(Foto : Ilustrasi Diguyur Nenek/Nandana) 

Perkenalkan, ini adalah aku alexander widodo biasa dipanggil dodo. sebenarnya ini adalah cerita nyata yang dialami penulisnya sendiri tapi namanya tetap kita samarkan aja ya biar terasa misterius.

Aku baru saja lulus dari sekolah SMK dan bekerja di salah satu retail yang cukup besar di Jakarta. Di sana aku dituntut harus masuk jam 06.00 pagi karena jika telat gajiku akan dipotong oleh bosku. Estimasi perjalanan dari rumah ke tempat kerja yaitu 30 menit yang nyatanya, aku bukan orang yang suka bangun pagi, aku selalu ingin menyempatkan waktu lebih lama berdua bersama character anime kesukaanku yaitu Robin dari serial one piece yang tentu saja itu hanya bisa didapatkan lewat mimpi.

Aku harus bangun paling tidak jam jam 05.00 pagi untuk melakukan persiapan sebelum berangkat ke tempat kerjaku. Tentu saja sangat sering aku tidak bangun tepat waktu, kadang aku tidak mandi, tidak menggosok gigi, tidak pamit kepada orang tua dan buru-buru ke tempat kerja dengan keadaan kumel, dekil, dan bau yang baunya seperti kutang ayahku yang selalu dipakainya di rumah sambil asik mengobrol dengan burung kesayangannya.

Sebenarnya nenekku marah ketika aku bangunnya selalu telat, ia memarahiku tidak hanya dengan lisan, terkadang juga ia datang kepadaku dengan raut mukanya yang sudah mengeras, wajahnya yang mulai memerah, dan gayung di genggamannya yang sudah siap disiramkannya ke arahku.  Yang tentu saja aku kadang tetap belum bangun setelahnya, aku menganggap bahwa itu hanyalah mimpi basah yang memang rutin aku dapatkan.

Ya itulah pengenalan diriku dan tempat kerjaku, aku juga tidak ingin menulis banyak tentang keseharianku di sini, karena nanti aku akan membuatnya menjadi video daily in my life saja seperti apa yang banyak dilakukan oleh para selebriti yang merasa bahwa kesehariannya penting. Di sini aku ingin menceritakan bagaimana petualanganku mendapatkan kaki patahku yang aku anggap sebagai anugerah terindah yang pernah kumiliki-song by Sheila on 7.

Jadi di suatu pagi hari yang cerah saat aku harus berangkat kerja jam 06.00 pagi aku  baru bangun jam 05.45 pagi, hal yang bodoh bukan? Tenang saja  bukan hanya kalian yang menganggap itu bodoh, nenekku juga berpikir seperti itu. Dengan jurus siraman dan teriakkan mautnya itu, akupun terbangun dan aku sadar bahwa ini bukanlah mimpi basah seperti rutinitasku sebelumnya, tapi ini adalah mimpi buruk karena aku harus meninggalkan robinku sejenak untuk kembali bekerja keras agar hasilnya bisa cukup untuk melamarnya dan menikahinya suatu saat nanti (semoga aku direstui olehnya, orang tuanya dan pemerintahan, karena aku sangat takut dibakar seperti kampung halamannya dulu).

Saat bangun aku langsung melakukan persiapan dengan ganti baju kerja, dan mengeluarkan motorku (mandi opsional).  Aku masih ingat sampai sekarang apa yang nenekku katakan padaku sebelum aku berangkat kerja “Do, bawa motornya jangan ngebut-ngebut nanti kamu jatuh” dengan durhakanya aku langsung berangkat tanpa pamit bahkan tanpa menjawab nasihatnya. Saat membawa motor aku masih mengantuk, tetapi aku memacu kecepatan motorku sampai hampir 80 km/jam. Yang tentu saja saat memacu motorku dengan mata yang merem melek itu, aku menghantam trotoar dengan kecepatan penuh yang membuatku terlempar hingga 10 m jauhnya.

Waktu jatuh yang menumpu semua badanku saat terpental itu adalah dengkulku. Anehnya saat itu aku tidak merasakan sakit sama sekali, bahkan saat itu aku langsung ingin berdiri lagi untuk tetap berangkat kerja, karena ada robin yang harus aku nafkahi. Tapi ternyata saat berusaha sekeras mungkin untuk berdiri kakiku yang kanan sudah mati rasa, sama sekali tidak bisa digerakkan. Untungnya saat itu aku jatuh tepat di depan pos satpam aku yakin pasti hanya aku yang merasa untung pada masa itu.

Ada 2 satpam yang berlari ke arahku, mereka langsung dengan sigap menggendongku untuk membawaku ke kursi bambu panjang yang ada dekat pos satpam. Hape yang aku taro kantong sudah benar-benar hancur saat itu, salah satu dari satpam meminta KTPku untuk melihat alamat rumahku, dan langsung bergegas kesana untuk mengabari keluargaku.

Saat itu aku benar-benar panik, gelisah, takut, dan  segala macam pikiran buruk berada di kepalaku saat itu. Yang sangat aku pikirkan adalah bagaimana aku bisa sebodoh ini, bagaimana kalau nanti aku  sama sekali tidak bisa jalan? Bagaimana kalau aku nanti harus diamputasi oleh dokter karena keadaan kakiku yang sangat parah. Aku di sana hanya bengong menatap motorku yang juga sangat hancur saat itu, sambil menahan tangis berharap semoga pikiran buruk yang aku pikirkan tidak benar kejadian di hidupku.

Di tengah ketakutanku dan pikiranku yang sedang kacau itu, satu satpam yang tidak ikut ke rumahku pun ikut menemaniku di kursi bambu itu dia memecah keheningan itu dengan mengajakku ngobrol. Ia langsung bertanya kepadaku sambil memperhatikan kakiku “Mas kira-kira kaki mas ini cuma keseleo atau patah tulang  ya mas?” tanya dia dengan muka bingung. Tentu saja aku kaget dengan pertanyaanya, tetapi karena disitu aku sudah sangat capek dengan pikiran burukku dengan lantang aku menjawab “ini pak kayaknya mah cuma keseleo” jawabku dengan senyum. Satpam itu masih dengan muka kebingungan menatap kakiku lalu ia menjawab “kayaknya ini mah patah tulang mas, temen saya juga pernah terlempar dari motor sama parah kayak masnya gini, dia patah tulang dirawat ke rumah sakit sembuhnya hampir 3 tahunan mas” jawabnya dengan tenang. Ingin rasanya aku menendangnya dengan kaki kananku, tapi aku sadar kaki kananku sedang tidak bisa digerakkan saat itu, akhirnya saat itu aku hanya bisa diam dan muncullah lagi keheningan antara aku dan satpam jujur itu.

Di keheningan itu overthinkingku muncul kembali aku memikirkan apa yang satpam itu omongi tentang temannya. Tapi pikiran buruk itu langsung buyar dengan kehadiran kakekku dan ayahku yang sudah datang ke pos satpam saat itu. mereka kaget melihat keadaanku saat itu,  yang sudah lemas dengan celana yang robek-robek akibat jatuh dari motor. mereka menganggap kakiku hanya keseleo semata bukan luka serius yang harus dibawa kerumah sakit. Maka pada saat itu dengan kakiku yang baru saja terlempar 10 m dari motor, mereka membawa aku dan kakiku ke puskesmas terdekat dengan memakai kendaraan MOTOR.

Awalnya, aman saja ketika aku digendong untuk menaiki motor dan menaikkan kaki kananku ke footstep motor lalu berjalan menuju puskesmas. Tapi yang baru aku sadari saat itu, entah kenapa perjalananku harus melalui 5 polisi tidur saat itu. saat ingin melalui polisi tidur pertama aku menarik nafas kencang sambil tanganku mencengkram keras perut ayahku. Saat sudah menghadapi polisi tidur itu aku teriak cukup kencang, tapi anehnya ada teriakan lain yang lebih kencang pada saat itu, yang aku baru sadar ternyata aku mencengkram terlalu keras perut ayahku. Begitulah perjalananku menuju puskesmas dengan 5 polisi tidur, yang diwarnai oleh teriakan-teriakan 2 pria dewasa di atas motor.

Tibalah aku di puskesmas saat itu, aku turun dari motor dibantu dengan kakekku dan ayahku. Lalu saat turun dari motor aku dibantu oleh kakekku dan ayahku seperti jalan sama dua orang yang ngerangkul, aku melingkari leher mereka. Ternyata saat itu puskesmas sedang siap-siap buka, dan satpamnya minta tolong ke pihak puskesmas karena ada keadaan darurat disini. 

Saat satpam itu meminta tolong kepada pihak puskesmas. aku diam saja berdiri dengan satu kaki karena dibantu oleh kakek dan ayahku. Tiba tiba kakekku ngomong ke ayah “kamu ikut ke dalem sana urusan Dodo biar aku saja yang urus”. Ayahku mengiyakannya dan langsung bergegas masuk ke dalam puskesmas. Aku juga tidak apa apa saat itu karena masih bisa berdiri dengan satu kaki dengan senderan di bahu kakekku.

Setelah tidak lama ayahku masuk ke puskesmas, kakekku dengan muka seriusnya berbicara kepadaku “Do, coba deh kamu berdiri sendiri gausa kake bantuin jangan manja jadi anak”. Aku yang baru saja lulus sekolah baru bekerja 6 bulan masa transisi dari anak-anak ke dewasa yang lagi haus akan validasi dan pengakuan dari orang tuanya, langsung merasa tertantang. Rasanya seperti harga diriku sedang dicabik-cabik. Lalu aku tidak ngomong apa-apa ke kakekku hanya anggukan  kearah kakekku yang menandakan aku siap atas perintah yang dia berikan. Lalu dengan perlahan kaki kananku yang sedari tadi ngegantung di atas coba aku turunkan perlahan untuk menumpu badanku ini. Lalu saat aku memijakkan kakiku ke tanah untuk menumpu badanku langsung bunyi “krek” dari kakiku dan aku langsung teriak sekuat tenaga “ARGHHHHHHHH SAKITTTTTTTT”.

Sontak saja semua orang pada saat itu langsung kaget, nyamperin aku dan langsung digendong untuk ditiduri di kasur rumah sakit itu.  Dokter itu langsung datang menghampiri, Ia menyuruhku untuk menarik nafas dan tenang pada saat itu. dokter itu melihat kakiku sebentar dan menariknya agar aku bisa meluruskan kakiku, saat itu juga dokter langsung bilang “mas, ini patah kaki mas mending langsung dibawa ke rumah sakit terdekat aja”.

Di situ aku langsung dibawa ke rumah sakit, tidak lama setelah itu aku di ronsen oleh dokter dan hasilnya sangat parah, tulangku patah menjadi 3 bagian yang mana ketika tulangku patah, patahannya patah lagi. Di keadaan yang sekarang aku berpikir kayaknya dulu tuh pas awal jatoh tulang gue cuma patah jadi 2 deh, tapi karena kejadian di puskesmas yang disebabkan oleh kakekku barulah di situ tulangku patah ketiga kalinya. Paling tidak ada hal yang tidak patah pada saat itu, harga diri dan pride seorang anak muda.





Penulis : Nandana Arieanta Putra Pramono