(Foto: Ilustrasi Stasiun yang Tidak Ramah Disabilitas/Kompasiana)

Belakangan, isu terkait inklusivitas khususnya untuk penyandang disabilitas sedang digembar-gemborkan oleh pemerintah baik di dalam maupun luar negeri. Klaim demi klaim datang dari pengelola ruang-ruang publik di Indonesia yang mengaku bahwa mereka (pihak pengelola) sudah memenuhi layanan bagi penyandang disabilitas.

Klaim tersebut juga datang dari pengelola transportasi publik, kali ini saya khusus akan membahas fasilitas disabilitas pada Kereta Api Indonesia (KAI) di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). Mulai dari stasiun, akses, hingga perjalanan di dalam kereta menuju tempat tujuan. 

Dilansir dari tempo.co pihak KAI, menjamin penyandang disabilitas dapat nyaman dan mudah dalam akses perjalanan menggunakan kereta api dengan tersedianya berbagai fasilitas yang inklusif. Fasilitas ini sebagai wujud kepedulian terhadap masyarakat yang memiliki keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang sedang menggunakan layanan transportasi kereta api.

Faktanya, hal tersebut merupakan klaim sepihak yang tidak sepenuhnya benar. Karena sampai dengan hari ini akses ramah disabilitas belum benar-benar terpenuhi, mulai dari banyaknya stasiun yang tidak memiliki lift, sehingga semua penumpang diharuskan menggunakan tangga untuk berpindah peron. 

Sering kali, tangga menjadi satu-satunya akses untuk berpindah peron di stasiun. Sayangnya, anak tangga yang curam justru mencerminkan betapa tidak ramahnya fasilitas yang tersedia, terutama bagi penyandang disabilitas, lansia, atau ibu dengan anak kecil. Memang, KAI menyediakan jalur khusus untuk menyeberangi rel sebagai alternatif. Namun, jalur tersebut tetap tidak memberikan jaminan keamanan yang lebih baik bagi pengguna yang membutuhkan aksesibilitas.

Selain lift, toilet yang sulit diakses difabel juga menjadi persoalan lain. Masalahnya, hal tersebut terjadi hampir di seluruh stasiun kereta di wilayah Jabodetabek. Tidak hanya pada stasiun kecil, stasiun besar Jakarta, seperti stasiun Tebet, Cikini, Juanda, hingga Jakarta Kota memiliki toilet yang tidak ramah bagi penyandang disabilitas.

Fasilitas yang buruk menyulitkan penyandang disabilitas untuk dapat bepergian. Kondisi tersebut menghambat penyandang disabilitas untuk hidup mandiri dan produktif. Di sisi lain, akses menuju stasiun yang belum inklusif juga menjadi persoalan tersendiri yang semakin menyulitkan mobilitas mereka. Akibatnya, partisipasi penyandang disabilitas dalam lingkungan kerja profesional pun cenderung rendah.

Mengapa Harus Peduli dengan Akses penyandang disabilitas

Karena hal tersebut diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas Pasal 105 ayat (1) sampai dengan ayat (3) yaitu:

1. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan pelayanan publik yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Pelayanan publik sebagaimana dimaksud ayat (1) termasuk pelayanan jasa yang transportasi publik.
3. Pelayanan publik yang mudah diakses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk untuk pelayanan publik.

Undang-Undang di atas selaras dengan, peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM.98 Tahun 2017 tentang Penyediaan Aksesibilitas pada Pelayanan Jasa Transportasi Publik Bagi Pengguna Jasa Berkebutuhan Khusus, penyelenggara jasa transportasi publik harus menyediakan sarana dan prasarana layanan yang aksesibel bagi pengguna jasa disabilitas.

Namun, dalam penerapannya Undang-undang tersebut tidak benar dipenuhi. Saya tidak habis pikir bagaimana perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) transportasi umum besar seperti PT KAI tidak mampu memenuhi kewajibannya sesuai dengan apa yang diatur dalam pasal di atas. 

Ironisnya, alih-alih mendapatkan fasilitas yang ideal penyandang disabilitas hanya mampu menunggu kebaikan hati dari petugas dan pengguna kereta lainnya. Tidak jarang waktu mereka terbuang karena menunggu orang lain untuk membantu mereka agar dapat menggunakan kereta api untuk bepergian.

Pemerintah tampaknya tutup mata dengan kondisi yang terjadi di banyak fasilitas PT KAI, meski hal tersebut sudah diatur dalam undang-undang di atas. Namun, pada praktiknya banyak hal dasar yang tidak mampu dipenuhi. Tidak adanya pengawasan dan komitmen yang selaras dengan peraturan yang ada, menjadikan pengelola transportasi publik lalai dan tidak memenuhi tanggung jawabnya. 

Seharusnya negara berkewajiban memenuhi hak warga negara tanpa terkecuali, termasuk hak penyandang disabilitas. Maka dari itu aksesibilitas transportasi publik menjadi sangat penting. Namun, melihat dari apa yang terjadi, hal tersebut bukan lah prioritas utama, karena tidak adanya tindakan tegas bagi pengelola yang tidak memenuhi peraturan yang berlaku.

Ketidakmampuan PT KAI dalam memfasilitasi akses yang ramah bagi disabilitas menunjukan bagaimana kita perlu mengevaluasi dan lebih memikirkan nasib mereka, penyandang disabilitas juga perlu menikmati hak-hak pada transportasi umum dengan aman dan selamat sebagaimana masyarakat lain, tanpa kekhawatiran dan ancaman celaka yang menghantui ketika sedang menggunakan fasilitas transportasi umum khususnya pada kereta api. 



Penulis: Dinda Aulia
Editor: Reysa Aura P.