Oleh : Nasir 
Mungkin sebagian diantara kita khususnya mahasiswa Universitas Bung Karno, belum mengetahui akan dukungan Soekarno terhadap Wahabi atau bisa disebut dengan Salafi. ketidak tahuan kita adalah sebuah kewajaran, karena mungkin kita belum membaca atau membedah (mengkaji) buku Bung Karno "Dibawah Bendera Revolusi" Jilid Pertama (cetakan kedua), yang diterbitkan oleh Panitia penerbit Dibawah Bendera Revolusi  pada tahun 1963. 

Dalam buku itu (halaman 390) Bung Karno mengatakan


 " Cobalah Pembaca renungkan sebentar "Padang Pasir" dan Wahabisme" itu. kita mengetahui jasa Wahabisme yang besar : ia punya kemurnian, ia punya keaslian,murni dan asli sebagai udara padang pasir "kembali kepada asal, kembali kepada Allah dan Nabi, kembali kepada Islam sebagai dizamannya Muhammad. kembali kepada kemurnian, tatkala Islam belum dihinggapi kekotorannya seribu satu tahayul dan seribu satu bid'ah. lemparkanlah jauh-jauh tahayul dan bid'ah itu, nyalakanlah segala barang sesuatu yang membawa kepada kemusyrikan, murni dan asli sahaja. udara padang pasir juga angker, juga kering, juga tidak kenal ampun, juga membakar, juga tak kenal puisi, tidakkah Wahabisme begitu juga? Ia pun angker, tak mau mengetahui kompromi dan rekonsiliasi. Ia pun tak kenal ampun, leher manusia ia tebang kalau leher itu memikul kepala yang otaknya penuh dengan fikiran bid'ah dan kemusrikan dan kemaksiatan" 




Yang dimaksud  Bung Karno  bukanlah wahabi yang di propaganda oleh kaum  liberal (Imprealis) yang menganggap bahwa Wahabi adalah antek Yahudi,kafir serta aneh karena membawa suatu hal yang baru. padahal sebenarnya adalah  mengembalikan  kemurnian Islam yang sebenarnya sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah.

Sementara Bid'ah yang dimaksud oleh Bung Karno adalah suatu hal yang baru dalam hal ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh Rosul dan para sahabat. seperti "Tahlilan, dzikir berjamaah, mengusap muka setelah salam dalam sholat , menggantungkan kesembuhan kepada dukun, dan percaya akan kekuatan tertentu pada pohon dan lain-lain".

Selain itu, hemat penulis, Wahabi yang dimaksud oleh Bung Karno kala itu, adalah yang saat ini disebut Salafiyah.  seperti dikutip dari www.arrahmah.com Pada dekade 1980-an  fenomena kehadiran dakwah Salafiyah di Indonesia sejak dekade 80-an hingga kini cukup mendapat perhatian khalayak pergerakan dakwah. Sebelumnya, istilah “salafi” dan “salafiyah” sering digunakan oleh pesantren-pesantren Nahdlatul Ulama (NU) yang sering disinonimkan dengan istilah “tradisional”.

Hakikatnya, tak ada persoalan dengan istilah “salafi”. Sebab, secara harfiah berarti mengikuti kaum salaf, yakni Rasulullah Saw dan para sahabat. Setiap Muslim tentu bertekad untuk meneladani Rasulullah Saw dan, para sahabat dan tabi’in nya. Generasi beliau (Nabi Saw), sahabat dan tabi’in adalah generasi terbaik umat ini. Generasi iniah yang disebut Salaf ash-Shalih.

Bukti dukungan Bung Karno Terhadap Wahabi
Terlepas dari itu, Dalam sejarah yang juga penting kita ketahui bahwa Bung Karno mempunyai sahabat sekaligus guru dalam hal agama,  Ahmad Hassan lah nama sang guru Bung Karno itu. Dalam pengasingannya di Timur Indonesia, tepatnya di Ende, Nusa Tenggara Timur. Bung Karno kerap berkoordinasi pada Sahabat baiknya Ahmad Hassan, melalui surat menyurat.

Dalam salah salah satu suratnya yang ditulis pada 1 Desember 1934, Bung Karno mengatakan 


"Jikalau saudara memperkenankan, saya minta saudara mengasih hadiah kepada saya buku-buku yang tersebut berikut ini: Pengajaran Sholat, Utusan Wahabi, Al-Muctar, Debat Talqien. Al-Burhan Complete, Al-Jawahir"

Berikut surat lengkapnya : 

Endeh, 1 Desember 1934

Assalamu’alaikum,

Jikalau saudara memperkenankan, saya minta saudara mengasih hadiah kepada saya buku-buku yang tersebut berikut ini: Pengajaran Sholat, Utusan Wahabi, Al-Muctar, Debat Talqien. Al-Burhan Complete, Al-Jawahir.

Kemudian, jika saudara bersedia, saya minta sebuah risalah yang membicarakan soal “sajid” (kalangan sayyid atau habaib, red). Ini buat saya bandingkan dengan alasan-alasan saya sendiri tentang hal ini. Walaupun Islam zaman sekarang menghadapi soal yang beribu-ribu kali lebih besar dan lebih rumit dari pada soal “sajid” itu, tetapi toch menurut keyakinan saya, salah satu kejelasan Islam Zaman sekarang ini, ialah pengeramatan manusia yang menghampiri kemusyrikan itu. 

Alasaan-alasan kaum “sajid” misalnya, mereka punya “brosur kebenaran”, saya sudah baca, tetapi tidak bisa menyakinkan saya. Tersesatlah orang yang mengira, bahwa Islam mengenal satu “Aristokrasi Islam”. Tiada satu agama yang menghendaki kesamarataan lebih daripada Islam. 

Pengeramatan manusia itu adalah salah satu sebab yang mematahkan jiwa suatu agama dan umat, oleh karena pengeramatan manusia itu melanggar tauhid. Kalau tauhid rapuh, datanglah kebathilan!

Sebelum dan sesudahnya terima itu buku-buku yang saya tunggu-tunggu benar, saya mengucapkan terimakasih.

Wassalam,


Soekarno

Pada kesempatan lain seperti yang dikutip dari salah satu blog kawan Rizki Maulana, Bung Karno pun menyrati Ahmad Hassan, ia meminta agar guru persatuan Islam (Persis) itu membatu membantu perekonomian keluarganya, dengan membeli karya terjemahan mengenai Ibnu Saud. 

Bung Karno menceritakan kekagumannya kepada kepada Ibnu Saud setelah menerjemahkan karya berbahasa Inggris mengenai sosok tersebut.


"Bagi saya buku ini bukan saja satu ikhtiar ekonomi, tetapi adalah pula satu pengakuan, satu confenssion. Ia menggambarkan Ibnu Saud dan Wahhabism begitu rupa, mengkobar-kobarkan elemen amal, perbuatan begitu rupa hingga banyak kaum ‘tafakur’ dan kaum pengeramat Husain cs (Syiah, pen) akan kehilangan akal nanti sama sekali,” tulisnya.
Kepada tuhan yang maha Esa Ia menuliskan : 

Endeh, 12 Juli 1936

Assalamu’alaikum,

Saudara! Saudara punya kartu pos sudah saya terima dengan girang. Syukur kepada Allah SWT punya usul Tuan terima!.

Buat mengganjal saya punya rumah tangga yang kini kesempitan, saya punya onderstand dikurangi, padahal tadinya sudah sesak sekali buat mempelajari segala saya punya keperluan, maka sekarang saya lagi asyik mengerjakan terjemahan sebuah buku Inggris yang mentarikhkan Ibnu Saud. Bukan main hebatnya ini biografi! Saya jarang menjumpai biografi yang begitu menarik hati. 

Tebalnya buku Inggris itu, format Tuan punya tulisan “Al-Lisaan”, adalah 300 muka, terjemahan Indonesia akan menjadi 400 muka (halaman, pen). Saya saudara tolong carikan orang yang mau beli copy itu barangkali saudara sendiri ada uang buat membelinya? Tolonglah melonggarkan rumah tangga saya yang disempitkan korting itu.

Bagi saya buku ini bukan saja satu ikhtiar ekonomi, tetapi adalah pula satu pengakuan, satu confenssion. Ia menggambarkan Ibnu Saud dan Wahhabism begitu rupa, mengkobar-kobarkan elemen amal, perbuatan begitu rupa hingga banyak kaum ‘tafakur’ dan kaum pengeramat Husain c.s akan kehilangan akal nanti sama sekali.

 Dengan menjalin ini buku, adalah suatu confenssion bagi saya bahwa, walaupun tidak semua mufakat tentang system Saudisme yang juga masih banyak feudal itu, toch menghormati dan kagum kepada pribadinya itu yang “toring above all moslems of his time; an Immense man, tremendous, vital, dominant. A gian thrown up of the chaos and agrory of the desert, to rule, following the example of this great teacher , Mohammad”. 

Selagi menggoyangkan saya punya pena buat menterjemahkan biografi ini, jiwa saya ikut bergetar karena kagum kepada pribadi orang yang digambarkan. What a man! Mudah-mudahan saya mendapat taufik menjelaskan terjemahan ini dengan cara yang bagus dan tak kecewa. 

Dan mudah-mudahan nanti ini buku, dibaca oleh banyak orang Indonesia, agar bisa mendapat inspirasi daripadanya. Sebab, sesungguhnya buku ini penuh dengan inspirasi. Inspirasi bagi kita punya bangsa yang begitu muram dan kelam hati.

Inspirasi bagi kaum muslimin yang belum mengerti betul-betul artinya perkataan “Sunah Nabi”, yang mengira, bahwa Sunah Nabi SAW itu hanya makan kurma di bulan puasa dan cela’ mata dan sorban saja !.

Saudara, please tolonglah. Terimakasih lahir-batin, dunia-akherat.

Wassalam,

Soekarno 

Dalam surat tertanggal  14 Desember 1935, Soekarno menulis:


“Kaum kolot di Endeh, di bawah ajaran beberapa orang Hadaramaut, belum tenteram juga membicarakan halnya tidak bikin ‘selamatan tahlil’ buat saya punya ibu mertua yang baru wafat itu, mereka berkata bahwa saya tidak ada kasihan dan cinta pada ibu mertua itu. Biarlah! Mereka tak tahu-menahu, bahwa saya dan saya punya istri, sedikitnya lima kali satu hari, memohonkan ampunan bagi ibu mertua itu kepada Allah. Moga-moga ibu mertua diampuni dosanya dan diterima iman Islamnya. Moga-moga Allah melimpahkan Rahmat-Nya dan Berkat-Nya…”



Begitulah surat Bung Karno kepada Ahmad Hassan, sahabatnya yang kerap pada masa lalu mendapatkan stigma negatif, yakni Wahabi  dan dianggap membawa paham baru soal Islam. Jalinan persahabatan Bung Karno dengan Ahmad Hasan tegolong unik, sebab kedua sahab ini berbeda pendapat soal huBungan agama dan negara (baca buku Debat Ahmad Hassan Vs Soekarno).

Sebagai mahasiswa, khususnya mahasiswa Universitas Bung Karno, dan sebagi orang yang mengaku Soekarnois bahkan pernah belajarn tentang Ajaran Bung Karno. sudah selayaknya kita mengetahui dengan cara membaca mengkaji tentang ajaran Bung Karno, dari berbagai sisi, jangan hanya dari satu sisi agar kita tidak menjadi aktivis dogmatis.


"Jangan menjadi aktivis yang punya semangat yang tinggi, tapi tidak punya pengetahuan objektif, teruslah membaca dan mengkaji suatu hal yang lebih bermanfaat"


Sesama kawan, kita harus saling memperingati, agar tidak buta akan sejarah objektif.



Penulis adalah mantan direktur LMP Marhaen