( Foto :  ilustrasi bentuk korupsi/ Google)

Penulis memberikan opini sebagai tanggapan terhadap pandangan seorang pejabat negara yang menuntut lembaga pendidikan tinggi untuk bertanggungjawab terhadap maraknya sikap manusia Indonesia yang korupsi. Pandangan beliau seolah olah menekankan bahwa Kepribadian sang koruptor adalah bentukan/cetakan dari lembaga pendidikan tinggi di Indonesia saat ini, sehingga perguruan tinggi harus bertanggungjawab terhadap rusaknya moral kepribadian generasi bangsa.

Terdapat dua (2) alasan dari penulisan ini, alasan pertama adalah bahwa korupsi adalah masalah ataupun tantangan umum dalam kehidupan negara, oleh karena itu tidak bisa mempersalahkan salah satu pihak untuk meyelesaikannya. Kedua, korupsi adalah masalah karakter, dan pendidikan karakter bukan dibebankan kepada perguruan tinggi, melainkan bahwa pendidikan karakter harus sudah dimulai dari rumah, lingkungan dan lembaga religiusitas. 

Kita akan memulai pembahasan ini dari sebuah hipotesis bahwa korupsi adalah dampak dari karakter atau kepribadian.  Terkait dengan masalah karakter, dapat kita katakan bahwa perilaku korupsi tersebut dilakukan dilandasi oleh dua alasan pertama merupakan dampak dari salah pergaulan atau salah didikan sejak awal individu itu sendiri, dan kedua sebagai dampak dari liberalisasi kehidupan nasional. Alasan ini beralasan karena karakter terbentuk dari kebiasaan yang dilakukan yang kemudian terakumulasi sebagai sebuah kepribadian.

Korupsi adalah perbuatan yang tidak manusiawi, suatu perbuatan yang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. Korupsi dalam UU negara meliputi tigapuluh ragam, bentuk atau jenis  dan merupakan bagian dari tindak pidana yang teridentifikasi; merugikan keuangan Negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, bentuk kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi. Korupsi adalah perbuatan melawan hukum yang mengerdilkan harkat dan martabat kepribadian setiap koruptor.

Korupsi dikatakanya sebagai akibat dari salah pergaulan atau salah didikan karena seseorang yang salah bergaul ataupun salah didikan, tentu orang itu akan melihat korupsi itu baik, dan lumrah, sebaliknya ketika seorang bergaul dan mendapat didikan terkait nilai-nilai yang baik, tentu ia akan memandang korupsi sebagai hal tabuh yang dapat menyebabkan aib bagi dirinya sendiri, keluarga dan bahkan negara, sedangkan korupsi dikatakan sebagai akibat atau dampak dari liberalisasi system kehidupan nasional, karena budaya korupsi terkonstruksi dalam pribadi seseorang yang liberalis, sebagai konstruksi dari system tatanan kehidupan nasional yang liberalistik. 

Hal ini dapat terjadi, karena Liberalisas pendidikan yang dilakukan di Indonesia dapat menyebabkan seseorang mengalami disoreintasi sifat sosialis. Hal ini membuat seorang individu memandang ilmu, nilai, etika dan norma serta ilmu pegetahuan digunakan dalam memenuhi kebutuhan pribadi tanpa mempedulikan situasi sosial, akibatnya terjadi penyelewengan tata laku manusia dari hidup secara idealis, sosialis, jujur dan benar dan tidak korup menjadi manusia yang hanya berorientasi pada uang/money oriented, harta, serta kenikmatan tanpa dilandasi dengan nilai, norma, hukum dan kebajikan bersama, dengan menjalankan sikap koruptif, sehingga dengan maraknya praktek korupsi saat ini, maka dapat dikatakan bahwa korupsi adalah bentukan atau pengaruh dari gaya hidup. 

Pada sebuah tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang korupsinya tinggi sesungguhnya menunjukan indikator dari pemerintahan yang  buruk, oleh  karena itu, ketika sebuah negara mengalami angka korupsi yang tinggi maka pemerintah harus mengakui tingkat kebobrokan yang ada dalam dirinya sendiri, sehingga solusi menghadapi koruptor seharusnya menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintah, dalam hal ini, mencermati maraknya korupsi saat ini menunjukan   kesan yang kuat bahwa belum dan tidak serius dalam menyelesaikan kasus korupsi. 

Korupsi tidak hanya menjadi tanggungjawab perguruan tinggi atau lembaga pemerintah semata, korupsi  adalah juga harus menjadi urusan partai politik. Partai politik adalah sebuah lembaga resmi negara yang diberikan anggaran untuk menjalankan fungsi dan perannya dalam melakukan kesadaran politik baik kepada warga Negara maupun seluruh anggota partai. Kita mengetahui bahwa, korupsi di Indonesia dilakukan secara masif dari individu-individu yang dibesarkan oleh partai politik, atau merupakan individu yang memiliki jabatan strategis dalam partai politik, atau yang telah menikmati kekuasaan pada lembaga negara (legislatif) setelah mendapat kepercayaan melalui pemilu.

Untuk menyelesaikan problem korupsi yang semakin marak saat ini, Hal yang juga perlu dilakukan adalah penguatan moralitas dan religiusitas. Peradaban dari sebuah bangsa ditentukan dari tinginya moral religiusitas atau spiritualitas dari masyarakat. Dalam hal ini lembaga religius memiliki peran dan fungsi penting dalam menjalankan misi religi membangun karakter moralitas dan religiusitas  yang baik bagi tiap individu, meliputi moralitas anti korupsi. Hal ini penting karena Korupsi dalam pandangan sederhana adalah juga akibat dari kekeringan nilai spiritualisme dan religiusitas, sehingga ketika sistem sebuah negara sudah mengalami disorentasi nilai peradaban dan membuat masyarakat menjadi kurang berperadaban, maka agama harus hadir mentransfer nilai-nilai kebajikan.

Disinilah fungsi dan peran dari keberadaan agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dituntut untuk lebih berperan aktif menjadi garda terdepan dalam membangun kesadaran, moralitas dan religiusitas masyarakat bangsa dan negara. Tuntutan seperti ini menjadi lumrah karena agama adalah lembaga yang kaya akan niai-nilai kebajikan, bahkan agama adalah produser dari nilai, yang menjadi patokan, dalam membangun sebuah peradaban kehidupan bersama umat manusia. 

Korupsi bukan urusan lembaga pendidikan semata, melainkan menjadi tugas bersama. Perguruan tinggi menjaminkan pendidikan berkarakter anti korupsi kepada para mahasiswa, adalah satu bagian penting yang menjadi solusi, tetapi penegakan hukum secara adil dan benar pun menjadi penting dalam menyudahi praktek korupsi. Pendidikan kader pada seluruh organisasi politik juga adalah bagian dari solusi yang harus di jalankan dengan sungguh-sungguh oleh seluruh partai politik, demikian juga pemimpin agama harus bisa memainkan peran penting dalam mengarahkan pemeluk agamanya untuk tidak melakukan perbuatan tercelah tersebut. 

Mencermati praktek korupsi di Negara Indonesia yang tidak berkesudahan, dapat ditarik kesimpulan bahwa Korupsi adalah masalah karakter individual yang bersifat sangat subjektif, oleh karenanya butuh komitmen pribadi per pribadi untuk mengesampingkan ego pribadi. Kesadaran dan komitmen pribadi untuk tidak korup adalah faktor kunci dalam melawan korupsi, kemudian iman, ilmu pengetahuan sebagai faktor eksternal dalam memperkuat kesadaran dan komitmen pribadi. 

Korupsi adalah masalah bersama yang juga membutuhkan kalaborasi atau kerjasama yang ideal dari seluruh stakeholders bangsa dan negara untuk segera dapat diselesaikan. Maka solusi dalam memberantas korupsi adalah internasilasi nilai religious, nilai kebangsaan dan nilai kebudayaan kepada setiap pribadi untuk hidup secara berkeadaban dengan tidak melakukan korupsi, sehingga tidak merugikan bangsa dan negara serta masyarakat  juga dapat mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh warga negara.


Penulis : Salomon A.M. Babys ( Dosen Universitas Bung Karno)

Editor : Ayu Gurning