(Foto: sedang berlangsung webinar/Septia)

Marhaen, Jakarta – Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI Indonesia) bersama dengan Google News Inisiatif (GNI) menggelar webinar dengan topik pembahasan “Ikhtiar Mempersempit Ruang Gerak Penyebaran Hoaks di Media Sosial” melalui Zoom Meeting dan YouTube AJI Indonesia. Selasa (16/01/2024).

Menjelang Pemilu 2024, penyebaran hoaks dan disinformasi di media sosial menjadi isu yang serius. Media sosial dan platform digital telah menjadi wadah baru dalam penyebaran informasi, prestasi, dan dilema. Di satu sisi, media sosial mengarah pada demokratisasi informasi karena media sosial bukan milik satu media atau monopoli media arus utama atau elit politik. Media sosial juga memperkuat hoaks dan ujaran kebencian melalui penyebaran informasi di media sosial dibandingkan melalui produk terverifikasi seperti produk jurnalisme.

Penyebaran informasi palsu di platform media sosial menjadi sorotan utama. Berdasarkan Survei Literasi Digital Kominfo dan Research Center 2022, akses internet menurun, tetapi penyebaran informasi di media sosial masih tinggi. Salah satu faktornya adalah penayangan video di platform media sosial.

“Yang menarik dari survei adalah meskipun publik mendapat informasi atau sumber informasi dari media sosial, tetapi sebagian besar tidak bisa mengidentifikasi hoaks, hanya ⅓ yang yakin dapat mengidentifikasi hoaks” ujar Nurika Manan selaku Trainer GNI - AJI & Pengurus AJI Indonesia.

Pentingnya pemantauan konten dan identifikasi influencer yang terlibat dalam operasi disinformasi menjadi sorotan. Advertorial atau iklan berbayar yang ditulis agar informasinya terlihat seperti karya jurnalistik, seperti  “Pejuang Wadas” di CNN menjadi studi kasus yang diangkat, membuktikan bahwa penyebaran hoaks juga terjadi di media mainstream. Analisis dilakukan terhadap strategi penggunaan advertorial untuk menciptakan narasi yang dapat mempengaruhi pemilih.

Karena kurangnya transparansi dalam ekosistem media digital, revisi Undang-Undang ITE diperlukan sebagai langkah menuju regulasi yang lebih baik. Selain melakukan revisi Undang-Undang ITE, keterlibatan pihak berwenang dalam memantau dan mencegah penyebaran hoaks juga diperlukan.

“Kita tidak berbicara hanya literasinya dari kerja-kerja membangun kesadaran di netizen, di publik, di masyarakat, tetapi perbaikan regulasi khusus nya modernisasi konten pintu masuknya Undang-Undang ITE” ujar Masduki selaku Ketua PR2 Media.

Dengan melibatkan berbagai partai politik dan mengusulkan solusi konkrit, tujuannya adalah untuk membawa perubahan positif dalam memerangi penyebaran berita palsu dan mewujudkan pemilu yang lebih transparan dan adil. 




Penulis: Septia Rizqi Pangastuti

Editor: Bintang Prakasa