Citra Anderesti Mawardi

(Foto : Citra Anderesti Mawardi)

Bangsa Indonesia lahir dari rahim yang kuat, kuat akan persatuan melawan penjajah. Dengan tumpah darah, berkorban harta dan nyawa adalah serangkaian proses menuju kemerdekaan. Perjuangan bukan saja persoalan mengangkat senjata, tetapi bagaimanadapat berkontribusi positif, saling gotong royong dan penuh semangat agar tanah air tercinta tidak lagi diduduki oleh penganut kolonialisme.
Dalam perkembangan sejarah Indonesia kita dapat menemukan para pelaku sejarah yang memiliki peranan penting dalam perjuangan meraih kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan juga dalam mengisi kemerdekaan yang telah diraih. Tokoh-tokoh itu tersebar di berbagai pelosok tanah air, dalam berbagai bidang: politik, pendidikan, militer, agama, budaya, ataupun ekonomi (Lubis, 2008:1). Pelaku sejarah baik dari kaum laki-laki atau kaum perempuan, mempunyai tujuan yang sama yaitu mengusir penjajah dan mencapai kemerdekaan untuk bangsa Indonesia.
Sebagai mana kita tahu, setiap tanggal 21 April kita selalu merayakan hari Kartini, dimana pada tanggal tersebut lahir perempuan asal Jepara, Jawa Tengah yang bernama lengkap Raden Ayu Kartini (R.A Kartini) tepatnya pada 21 April 1879 dan wafat pada 17 September 1904. Beliau adalah seorang tokoh perempuan suku Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia, yang dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.Lalu, mengapa harus Kartini? Mengapa bukan Dewi Sartika, Rohana Kudus, Maria Ulfah, Cut Nyak Dhien, Maria Walanda Maramis, atau Martha Christina Tiahahu?
Tanpa memperkecil penghormatan kita pada R.A Kartini, mari kita pelajari lagi sejarah dengan tidak hanya “terbawa arus zaman”. Harsja W. Bachtiar seorang Doktor Sosiologi lulusan Harvard University mengatakan: “Kita mengambil alih lambang R.A Kartini sebagai lambang emansipasi perempuan di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak menciptakan sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang mengembangkannya lebih lanjut.”Kartini sejatinya memang dipilih oleh orang Belanda untuk ditampilkan ke depan sebagai pendekar kemajuan perempuan  pribumi di Indonesia. Awalnya Kartini banyak bergaul dengan orang Belanda, hingga ia mengenal J.H. Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama, dan Kerajinan.Lalu Abendanon memperkenalkan Kartini pada seorang perempuan aktivis gerakan Social Democratische Arbeiderspartij (SDAP) yang bernama, Estella Zeehandelar.Estella kemudian memperkenalkan Kartini pada berbagai ide modern, terutama mengenai perjuangan perempuan dan sosialisme. Tokoh Sosialisme H.H. Van Kol dan penganjur “Haluan Etika” C.Th. van Deventer adalah orang-orang yang menampilkan Kartini sebagai pendekar perempuan Indonesia.Setelah Kartini wafat pada 17 September 1904, di usia 25 tahun. Tujuh tahun kemudian Abendanon menerbitkan kumpulan surat-surat R.A Kartini dengan judul “Door Duisternis Tot Lich” yang dalam bahasa Indonesia “Habis Gelap Terbitlah Terang”.Setelah dua tahun penerbitan buku Kartini Hilda de Booy-Boissevain mengadakan pengumpulan dana untuk pembiayaan sejumlah sekolah di Jawa Tengah. Tanggal 27 Juni 1913, didirikan Komite Kartini Fonds, yang diketuai oleh C.Th. van Deventer. Usaha ini lebih memperkenalkan nama R.A Kartini serta ide-idenya pada orang-orang di Belanda. Bahkan orang Indonesia pun tidak mengenal Kartini, jika bukan Belanda yang menampilkannya.Dapat dikatakan bahwa Tokoh Emansipasi Perempuan yang kita kenal R.A Kartini, adalah cetakan dari orang-orang Belanda. Kalau Kartini menyampaikan ide-idenya dalam surat, banyak tokoh perempuan lain yang sudah lebih jauh melangkah mewujudkan ide-ide dalam tindakan yang nyata.
Lalu tanpa mengurangi rasa hormat pada sosok R.A Kartini, siapakah yang pantas menjadi Tokoh Emansipasi perempuan cetakan Indonesia?

DEWI SARTIKA (1884-1947) BANDUNG 
Dewi Sartika juga lahir dari keluarga bangsawan, sama seperti R.A Kartini. Perempuan Sunda ini juga memperjuangkan hak-hak kaum perempuan. Ketika masih kanak-kanak, Dewi Sartika selalu bermain peran sebagai Guru bersama teman-temannya. Kepeduliannya terhadap pendidikan ia buktikan dengan membuat Sekolah Isteri Pendopo pada 16 Januari 1904 dan pada tahun 1910 sekolah ini berubah nama menjadi Sekolah Keoetamaan Isteri. Berkat semangat dan kerja keras Dewi Sartika, pada tahun 1912 sudah ada sembilan sekolah yang tersebar di Jawa Barat, lalu kemudian berkembang menjadi satu sekolah tiap kota maupun kabupaten pada tahun 1920. Pada September 1929, sekolah tersebut berganti nama menjadi Sekolah Raden Dewi. Perjuangan Dewi Sartika untuk mendapatkan hak-hak bagi kaum perempuan dapat dikatakan berhasil dan terwujud nyata, beliau memberikan pendidikan bagi kaum perempuan bahwa tugasnya di dunia bukan saja mengurus dapur, sumur, dan kasur, tanpa keluar dari kodrat seorang perempuan harus lebih dari itu, yaitu mendapatkan pendidikan yang setinggi-tingginya.
ROHANA KUDUS (1884-1972) PADANG 
Rohana Kudusadalah perempuan yang mempunyai prinsip dan komitmen yang kuat pada pendidikan, terutama untuk kaum perempuan. Kepedulian terhadap pendidikan ia buktikan dengan mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia pada tahun 1911 dan Rohana School pada tahun 1916, Rohana jugatercatat sebagai Jurnalis perempuan pertama di Indonesia. Idenya melalui Koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Kota Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (Padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan).Rohana Kudus adalah Kakak tiri dari Sutan Sjahrir yang juga Mak Tuo(bibi) dari penyair terkenal Chairil Anwar, Rohana juga merupakan sepupu dari H. Agus Salim. 

Maria Ulfah (1911-1988) BANTEN 
Hajjah Raden Ayu Maria Ulfah atau biasa dipanggil Maria Ulfah, adalah perempuan Indonesia pertama yang meraih gelar Sarjana Hukum (SH). Maria lahir dari keluarga bangsawan, tahun 1929 ia terbang ke Leiden, Belanda untuk menempuh pendidikan Studi Hukum. Ia memilih Studi Hukum karena menurutnya, kedudukan perempuan secara hukum masih sangat lemah sehingga perlu diperbaiki. Setelah republik Indonesia berdiri, ia memangku jabatan sebagai Menteri Sosial pada Kabinet Sjahrir II dan juga anggotaDewan Pertimbangan Agung. Maria juga mencetuskan hak-hak perempuan yang saat ini ada di Buku Nikah (Islam). 

Cut Nyak Dien (1848-1908) ACEH 
Cut Nyak Dhien bukan pejuang terhadap pendidikan, melainkan pejuang di medan perang, keberaniannya saat itu membangkitkan semangat kaum perempuan untuk ikut berperang melawan penjajah. Cut Nyak Dhien terlahir dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar, semangatnya mengajak perempuan Aceh untuk melawan Belanda menjadi inspirasi bagi generasi selanjutnya.
Maria Walanda Maramis (1872-1924) SULAWESI UTARA
Maria Walanda Maramis yang bernama asli Maria Josephine Catherine Maramisadalah perempuan yang lahir di Kema, Sulawesi Utara pada 1 Desember 1872. Maria merupakan putri dari Maramis dan Rotinsulu, dan menikah dengan Joseph Frederick Caselung Walanda. Nama beliau adalah gabungan dari nama ayah dan suaminya. Beliau adalah pejuang perempuan yang mengembangkan keadaan perempuan di Indonesiapada awal abad ke-20.Berjuang di derasnya arus kebudayaan yang sangat kuat, beliau mendobrak adat, pejuang kemajuan politik dan emansipasi perempuan di dunia politik dan pendidikan.Maria adalah perempuan Minahasa yang cerdas, teladan, dan memiliki bakat yang istimewa dari Tuhan.Beliau berperan dalam mengembangkan kemajuan kaum perempuan di sekitarnya, sehingga lebih maju daripada kaum laki-laki.  Pada awal abad ke-20 Maria mencetuskan ide dan pemikiranya pada tulisan-tulisan, yang dimuat di surat kabar “Tjahaya Siang”. Maria selalu memberikan pengetahuan pada perempuan disekitarnya bahwa, peranana perempauan (Ibu atau Istri) dalam keluargasangatlah penting, kewajiban seorang perempuan untuk mengasuh, memberikan pendidikan, dan menjaga kesehatan anggota keluarganya, disamping itu juga perlu memberikan dorongan semangat pada suami atau laki-laki yang ada di dalam keluarga ketika sedang berjuang melawan penajajah. Maria sadar, bahwa perempuan dilingkungannya banyak yang belum menyadari peranan seperti itu, kemudian ia dan beberapa rekannya memutuskan untuk mendirikan Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT) pada 8 Juli 1917. Tujuan organisasi ini adalah mendidik kaum perempuan yang tamat sekolah dasar dalam hal-hal rumah tangga seperti memasak, menjahit, merawat bayi, dan lain sebagainya. Pada 2 Juni 1918, PIKAT membuka sekolah Huishound School PIKAT .Untuk menambah pemasukan bagi organisasi, Maria berjualan kue dan hasil karya.Semangat dan kerjakeras Maria mengunggah hati orang-orang terpandang untuk berdonasi.Pada 1932, PIKAT mendirikan Opieiding School Var Vak Onderwijs Zeressen atau Sekolah Kejuruan Putri.Maria terus aktif dalam PIKA, sampai kematiannya pada 22 April 1924.Jadi, sebelum R.A Kartini, Maria sudah menyuarakan kesetaraan terhadap kaum perempuan. 

Martha Christina Tiahahu (1800-1818) MALUKU 
Martha adalah pejuang dari tanah Nusa Laut Maluku yang lahir pada 4 Januari 1800. Martha merupakan putri sulung dari  Kapitan Paulus Tiahahu yang juga teman dari Thomas Matulessy dalam Perang Pattimura tahun 1817 melawan Belanda. Saat berjuang melawan pasukan Belanda, Martha baru berusia 17 tahun.Gadis Maluku ini berjuang dengan gigih meski usianya masih muda.Martha adalah srikandi Maluku berambut panjang terurai ke belakang, dengan sehelai kain berang (kain merah) terikat di kepala mendampingi ayahnya menggempur semua musuh.Martha bertempur melawan pasukan Belanda di Pulau Nusa Laut maupun Pulau Saparua Desa Ouw, Ullath. Martha selalu aktif dalam pembuatan kubu-kubu pertahanan rakyat Maluku, bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberikan semangat kepada kaum perempuan di Maluku, agar ikut membantu kaum laki-laki di setiap medan pertempuran sehingga Belanda kewalahan menghadapi kaum perempuan yang ikut berjuang. Muda bukan berarti tidak bisa, Martha berhasil memimpin pasukan perempuan yang mendampingi pejuang laki-laki dalam misi merebut wilayah Maluku dari pasukan Belanda.lain hal dengan R.A Kartini dan Dewi Sartika, Martha berjuang bukan tentang pendidikan, melainkan berjuang di medan perang, akan tetapi Martha menjadi inspirasi tentang emansipasi bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama untuk membela negara.

    Indonesia masih memiliki serentetan nama pejuang perempuan tentang emansipasi, Indonesia harus berbangga dengan itu. Dan bahwasannya memang sudah seharusnya setiap individu baik laki-laki maupun perempuan ikut berkontribusi dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan republik Indonesia.Hanya saja, sebagai generasi penerus bangsa, kita harus paham betul bagaimana alur sejarah hingga para tokoh digelari “Pahlawan”.Sejatinya berjuang adalah keikhlasan, seluruh para pahlawan dan pejuang sudah memberikan keikhlasan itu untuk negeri yang dicintainya.
Selamat Memperingati Bulan Perjuangan Kaum Perempuan !