oleh Haqiqi
(ilustrasi gambar oleh wallpapersafari.com)

02 Sendiri dan Bingung

Day - 1

   Banyak pertanyaan yang ada di kepalaku. Tapi, siapa yang dapat menjawabnya aku tidak tahu. Saat ingat siapa orang yang aku lihat di area kampus, aku langsung berlari menjauh darinya. Entah dia mendengar suara lariku atau tidak, aku tidak tahu. yang aku lakukan hanya berlari sejauh mungkin dari buronan itu. Aku mencari tempat persembunyian. Aku masuk ke klinik mahasiswa yang letaknya tidak jauh dari aula kampus. Aku berusaha tenang dan menghubungi siapapun yang ada di kontak teleponku. Sinyal ku penuh tapi kenapa nomor yang aku tuju tidak ada yang aktif. Aku berfikir bagaimana caranya keluar dari kampus ini tanpa ketahuan buronan itu. Semoga dia tidak melihatku tadi dan tidak menyadari keberadaanku. Aku kebingungan setengah mati. 

   Kenapa kampus ini sepi sekali? Kenapa buronan itu bisa masuk kesini?
Lalu aku mencoba melihat keadaan diluar melalui internet. Betapa terkejutnya aku melihat beberapa pemberitaan tentang buronan yang seorang Ilmuan kabur dari penjara. Karena penyebaran wabah virus yang disebut “Virus Dropsix”, orang-orang di evakuasi dari Jakarta ke tempat lain. Tempat evakuasi di rahasiakan dan tidak ada satupun media yang menginformasikan di mana tempatnya. Aku makin gelisah dengan apa yang terjadi, banyak pertanyaan yang mengalir di otakku. Aku mulai berfikir bahwa aku hanya sendiri berada di dikampus ini, bahkan aku juga merasa bahwa aku satu-satunya yang masih di Jakarta dan belum terevakuasi.

   Tak lama tubuhku mulai lemas saat telat menyadari aku tidak sendiri. Ya, tadi aku bertemu dengan buronan itu. Aku tidak sendiri, tapi aku bersama dengan buronan itu. Aku berusaha menahan diri dari ketakutanku. Aku mencoba mencaritahu lebih detail lagi tentang kejadian ini di internet. Hanya sedikit yang bisa aku dapatkan di internet, semua beritanya sama saja, tidak ada yang menjelaskan dimana orang-orang dievakuasi agar aku bisa menyusul. Aku menemukan informasi bagaimana buronan itu bisa kabur, saat aku baru membaca setengah, sialnya baterai ponselku habis dan mati, tidak ada informasi yang bisa didapatkan. Charger ku ketinggalan dipanti.

"Sial sekali Tuhan nasibku ini"

   Perutku mulai sakit. Aku lihat jam di klinik sudah pukul 16.00 dan sudah melewati sarapan dan makan siangku. Aku harus mencari makanan untuk mencegah maag ku kambuh. Tapi ketakutan ku sangat besar, karena aku tahu diluar sana ada buronan yang kabur dan aku fikir pasti dia ada kaitannya dengan di evakuasinya orang-orang dari Jakarta. Tapi, akan sangat buruk jika maag ku kambuh, aku memberanikan diri keluar ke kantin untuk mencari makanan. Perutku sedikit sakit karena aku belum makan apapun dari pagi. Letak kantin tak jauh dari klinik mahasiswa, tapi aku harus hati-hati. Aku tidak tahu apa yang akan ilmuan itu lakukan jika dia tahu aku ada di kampus ini, yang aku fikirkan hanya harus menghindarinya karena keyakinanku mengatakan bahwa dia ada kaitannya dengan pengevakuasian semua orang di Kota ku.

   Tiba di kantin aku langsung mencari plastik besar sebagai tempat membawa makanan dan minuman yang dirasa cukup untuk beberapa hari. Setelah itu aku bergegas ke klinik mahasiswa untuk bersembunyi lagi dengan membawa banyak makanan yang lumayan berat. Sesampainya di klinik, aku kunci rapat-rapat pintu masuk, lalu aku ganjal dengan barang-barang berat yang dirasa cukup kuat untuk menahan pintu agar tidak bisa dibuka dari luar. Sambil makan aku menangisi apa yang terjadi tanpa tahu yang sebenarnya terjadi. Entah karena terlalu letih menangis atau terlalu banyak berfikir tentang kejadian ini, mataku terasa perih dan berat, lalu aku tidur di kasur klinik.


Day - 2

   Boooommmm.....
Pukul 02.14 dini hari aku terbangun karena mendengar seperti ada suara ledakan. Tidak terlalu besar, namun cukup untuk mengagetkanku. Aku penasaran, tapi tidak membuatku berani untuk keluar dan melihat kondisi. Aku hanya terdiam dan mencoba pasrah. Jika saat ini aku harus mati, aku ikhlas. Setelah itu aku hanya duduk terdiam dan memikirkan apa yang terjadi. Sampai pagi menjelang aku hanya mengintip keluar jendela untuk melihat apa yang terjadi, diluar tidak ada apapun yang dianggap mencurigakan dan menakutkan. Ku tutup jendela itu rapat-rapat dan setelah itu aku mencoba menikmati sarapan pertama ku di tengah tragedi yang masih belum aku ketahui genrenya. Di ruangan itu aku hanya diam, makan dan tidur. Tidak ada yang bisa dilakukan lagi selain hal-hal tersebut. Aku coba mencari charger untuk ponselku di klinik. Tapi, nyatanya yang aku temukan hanya alat-alat P3K seperti obat-obatan, betadine, plester, alkohol, revanol, gunting, pinset dan lainnya. Mustahil memang menemukan charger disini, tetapi tidak ada salahnya mencoba. Menyerah menemukan charger, aku merasa lelah dan mengantuk, mungkin karena setelah mendengar suara bom semalam aku tidak tidur lagi. 

   Pukul 14.00 aku terbangun karena lapar. Setelah makan aku mengawasi kejadian diluar melalui celah kecil dari jendela yang sudah aku tutup rapat. Aku berfikir mencoba untuk keluar dari kampus ini dan mencari tempat evakuasi yang aku yakini semua orang yang aku kenal juga ada disana. Aku tidak mungkin hanya menunggu di dalam klinik dan menyerah agar aman. Jikalau harus mati, aku akan mati bukan sebagai pecundang.

   Malam ini sudah kubulatkan tekad untuk keluar dari kampus ini. Ku persiapkan apa saja yang aku butuhkan seperti makanan dan minuman secukupnya, beberapa alat P3K yang dirasa akan penting,  lalu senjata seperti gunting dan pisau operasi yang pasti akan sangat berguna jika tiba-tiba aku diserang buronan itu. Tidak terlalu di khawatirkan memang, karena dia hanya sendiri, mungkin dia hanya pintar tapi tidak pandai berkelahi. Aku mencoba mempersiapkan mentalku untuk nanti malam. Aku hanya perlu mengendap-ngendap melewati 3 gedung Fakultas untuk pergi ke gerbang pintu keluar, atau aku harus memanjat pagar dinding setinggi 25 meter untuk keluar, karena dirasa mustahil untuk memanjat, sebab diatas pagar dinding tesedia kawat yang siap merobek apapun yang melewatinya. Aku memutuskan untuk melewati 3 gedung Fakultas saja karena itu dirasa yang paling memungkinkan.

   Setelah semua siap aku hanya tinggal menunggu sampai hari gelap untuk meminimalisir pergerakanku yang mungkin tak akan terlihat di malam hari. Pukul 19.00 eksekusi dimulai, aku keluar dengan perlahan. Aku menyusuri 1 gedung dengan aman, 2 gedung dengan aman, dan tinggal gedung terakhir menuju pintu gerbang. Ku lihat sekeliling tidak ada siapapun, ternyata benar dugaanku, hanya aku dan buronan itu yang ada di kampus ini. Aku bergegas perlahan menuju gerbang yang tertutup itu. saat mulai dekat tiba-tiba ada tiga orang pria berbadan besar dan berotot datang dari luar gerbang. Dia melihatku, dan langsung mengejar. Aku yang saat itu panik langsung berbalik arah dan berlari. Mereka terus mengejar kemanapun aku berlari. Jarak kami lumayan jauh, aku naik ke atas gedung melalui puluhan anak tangga. Setelah itu aku melihat ada pintu terbuka dan langsung kumasuki. Itu adalah lab komputer. Segera kututup pintu dan kuganjal dengan barang-barang berat yang dirasa cukup untuk menahan pintu agar tidak bisa dibuka dari luar. Aku berharap mereka tidak melihatku masuk keruangan ini. Jantungku berdetak sangat kencang dan nafasku terasa sesak sekali karena berlari tadi. Aku istirahat dan minum air yang aku bawa tadi. Ternyata aku bukan hanya dengan buronan itu, ditambah tiga orang pria tadi. Aku tidak tahu apakah masih ada banyak orang lagi diluar sana. Tiga pria tadi mengejarku apa karena dia sekongkol dengan buronan itu? atau dia justru orang yang mau mengevakuasiku? Entah aku hanya berusaha mengamankan diriku sendiri saat ini. Apakah keputusanku saat ini benar aku tidak peduli, yang penting aku masih hidup sampai saat ini. Aku bersyukur untuk itu. 

   Rencanaku gagal untuk keluar dari kampus ini lewat pintu gerbang. Tidak ada dalam benakku untuk berusaha keluar dari sini lagi. Aku pasrah jika harus mati disini. Kulewati malam ini dengan penuh kepasrahan dan tanpa tidur hingga pagi.


Day - 3


   Kulewati hari ketiga dengan berdiam diri. tidak ada dalam benakku untuk melakukan apapun di dalam ruangan komputer ini. Aku hanya diam terduduk sambil memeluk lututku. Aku beranjak berdiri hanya jika lapar dan ingin buang air. Buang air aku lakukan dipojokkan ruangan. Setelah itu aku kembali duduk dan memeluk lututku. Hingga malam tiba aku hanya melakukan hal monoton itu saja. Sedikit tertidur sekitar pukul 21.35 aku seperti mendengar ada suara orang yang sedang berbicara. Aku khawatir itu adalah orang-orang yang mengejarku tadi pagi. Suaranya terdengar dari ruangan sebelah. Terdengar samar dan seperti berbisik-bisik, aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Saat kucoba dengarkan dengan seksama, itu seperti suara seorang pria dan wanita. Jika si pria adalah orang yang mengejarku pagi tadi, lalu siapa wanita itu?

   Aku mencoba mencari celah untuk mengintip siapa yang ada di ruangan sebelah. Tak kulihat satupun celah karena ruangan ini dipisah oleh tembok. Ada jendela diluar. Bisa saja jika aku keluar jendela dan melihat siapa yang ada di ruangan sebelah melalui jendela. Hanya saja itu terlalu beresiko. Saat ini aku di ruangan lantai 4 dan jika jatuh dari jendela pasti langsung mati. Akupun tidak tahu apakah akan ada orang yang melihatku keluar jendela dan bagaimana jika orang yang aku intip itu justru adalah komplotan dari mereka. Keberadaan ku akan diketahui dan akan semakin berbahaya. Aku putuskan untuk cari aman dan tetap diam diruangan ini. Melihat banyaknya komputer yang ada diruangan ini, seketika aku langsung mencoba membukanya. Semoga ada jaringan internet agar aku bisa kirim email kepada teman-temanku untuk meminta pertolongan. Agar mereka tahu bahwa aku masih di kampus ini, terjebak bersama dengan seorang buronan dan tidak bisa keluar karena dia punya beberapa anak buah yang siap mengejarku. Komputer kunyalakan dan 

"Bingggg...",

   Suaranya keras sekali, aku khawatir akan terdengar sampai luar. Beberapa saat aku terdiam pasrah, namun tak ada siapapun yang datang. Ku hembuskan nafasku tanda lega. Lalu, kembali konsentrasiku kepada komputer itu, kulihat tidak ada tanda terhubung dengan jaringan internet. Ku coba buka jaringan WiFi yang tersedia, yesss ada beberapa yang masuk. Semuanya terkunci, butuh pasword untuk menyambungkannya. Ada satu yang aku tahu dan aku juga biasa menggunakannya. Ku pakai itu dan syukurlah terhubung. Langsung kubuka email dan mengirim pesan kesemua orang yang kulihat ada alamat emailnya di dalam emailku.

“Kawan, kalian dimana? Aku masih di kampus, aku terjebak bersama ilmuan itu, kalian pasti tahukan siapa dia? yang kuyakini pasti dia ada kaitannya dengan dievakuasinya semua orang dari kota ini. aku masih belum tahu apa yang sebenarnya terjadi diluar sana. Tolong kirimkan aku bantuan. Jika ada Bu Fatma didekat kalian, sampaikan. Aku masih hidup. Kumohon siapapun bantu aku. - Saras” 

   Harapan ku sangat besar agar bantuan segera datang. Setelah mengirim email aku langsung mencoba untuk mencari tahu lewat berita tentang apa yang terjadi. Tapi, tiba-tiba listrik mati. Komputer ikut mati dan aku pun belum mendapatkan informasi apapun. Setidaknya aku sudah mengirim email dan pasti bantuan akan segera datang. Iya aku meyakini itu !!!!

Bersambung...