(sumber foto cdn.pixabay.com)

03. TIDAK SENDIRI

DAY - 4

   Malam masih melekat bermesraan dengan cuaca yang sangat menusuk hingga tulang rusuk. Aku yang hanya memakai baju kaos dan cardigan luar biasa sulitnya menahan rasa dingin ini.  Kulihat jam tangan masih pukul 03.40, rasanya bingung mau apa, tidur susah, bergerak pun entah mau gimana. Tiba-tiba dari pintu itu terdengar ketukan yang sangat pelan, namun sangat jelas terdengar ditelingaku. Aku menyangka apakah itu orang-orang yang tadi mengejarku? Atau buronan itu ? Atau siapa lagi yang ada dikampus ini ? Rasa takutku lebih besar daripada rasa penasaranku. Ku coba untuk mengabaikan ketukan itu dan berusaha tidak membuat suara apapun agar diluar sana tidak mendengar ada seseorang di dalam sini. Tapi, ketukan itu tidak lantas berhenti. Aku berusaha memberanikan diri melihat siapa yang ada di luar lewat celah pintu yang paling bawah. Terlihat ada 2 pasang kaki, entah siapa aku takut untuk menebaknya. Seketika dia sedikit berkata dengan berbisik, namun cukup jelas olehku.

"Hey, aku tahu kau didalam. Apa kau punya obat luka? Tolong aku!" itu suara pria, aku tidak tahu dan aku masih takut. lalu dia bicara lagi.

"Aku sama dengan mu, tolong aku. Aku Aditya"

"Aditya??" ucapku pelan, hanya aku dan Tuhan yang mendengar..

   Apa dia terjebak juga sama denganku? dia butuh obat kenapa ? aku memang bawa obat-obatan saat ini. Batinku sungguh bergejolak, apa aku buka atau aku diamkan saja. Aku takut jika mereka ternyata menjebakku. Dia berkata lagi.

"Aku mohon percayalah, aku bukan komplotan mereka"

   Aku mulai percaya namun masih ragu, dia bicara lagi.

"Aku tahu semua kejadian ini, aku tahu dimana orang-orang dievakuasi, aku akan beritahu. tapi tolong temanku dulu. Dia sekarat. Aku mohon.."

   Setelah dia berkata hal itu, tanpa pikir panjang aku singkirkan barang-barang yang menjadi penyanggah pintu dan aku buka pintunya. Lalu, segera aku suruh mereka masuk dan sekejap melihat kiri dan kanan lorong yang terlihat tidak ada orang, kututup pintu itu dan kembali ku sanggah kembali barang-barang yang tadi untuk menahan pintu dibuka dari luar. Setelah itu aku segera hampiri mereka dan melihat keadaan temannya yang sekarat. Mereka berdua laki-laki, aku tidak mengenal mereka. Aku langsung bertanya

"Dia kenapa?" tanyaku.

"Dia terluka di bagian kaki saat kami berusaha memanjat tembok keluar," jawab Adit.

"Astaga !!! Apa kalian gila? Itu tinggi sekali dan diatasnya kan ada besi," kataku.

"Sudah, cepat, apa kamu punya obat atau kalau ada betadine?"

Segera aku berdiri dan mengambil tasku yang tak jauh dari tempat kami duduk.

"Aku bawa P3K lengkap," sambil kuberikan pada Aditya. 

Dia langsung mengambil alkohol dan kapas. Saat aku melihat dia akan menggunakan alkohol, aku langsung merebutnya.

"Hey! Kau gila? kalau dia pake alkohol, dia akan kesakitan dan berteriak ! Orang jahat itu akan mendengar dan membahayakan kita !" ucapku dengan bentakkan.

"Jika tidak tahu, diamlah ! bentakanmu yang keras tadi justru akan memancing mereka kesini," ucap Aditya yang seketika membuatku terdiam.

"Aku gunakan alkhol untuk membunuh penyebaran bakteri, hanya akan aku usap pada pinggir lukanya saja, jadi tidak akan sakit sama sekali. apa kau punya paracetamol dan air ??" ucap Aditya.

   Aku beri dia paracetamol, air dan roti. Aditya langsung membantu temannya yang sedang sakit. Temannya hanya diam sambil menahan rasa sakit. Tidak sedikitpun ia berbicara padaku bahkan pada Aditya. Setelah itu Aditya mengoleskan Betadine pada kaki temannya yang terluka. Aku hanya melihat dan menahan rasa linu, karena kulihat lukanya sangat mengerikan, luka robek yang sangat panjang dan besar. Aku bahkan bisa melihat tulang kakinya sangat jelas. Pasti itu sakit sekali. Setelah selesai mengobati temannya, Aditya mencuci tangannya yang penuh dengan darah temannya dengan air sisa yang tadi aku berikan. Tak lama temannya tertidur, mungkin karena efek obat yang tadi dia minum.

"Apa kau punya makanan ??" tanyanya.

Aku berikan roti yang tadi aku keluarkan dan menyuruhnya makan itu. dia makan dengan lahap, terlihat seperti belum makan. Sambil melihatnya aku berkata..

"Apa kamu belum makan? Aku tidak tahu akan ada orang selain aku, jadi aku hanya bawa perbekalan secukupnya. Aku pikir kemarin bisa kabur dari sini jadi itu juga alasan aku tidak bawa makanan banyak. Sudah berapa lama kalian belum makan? Kita tidak tahu berapa lama kita disini, keluar pun rasanya ga mungkin karena banyak orang jahat, kita harus bisa membagi makanan-makanan ini bertiga agar tidak mati kelaparan dan..." Adit memotong perkataanku...

"Aku bawa banyak makanan di tasku, aku hanya bosan dengan makanan yang aku bawa, jadi aku minta makananmu. Kau tidak perlu khawatir akan mati kelaparan, karena aku bisa keluar pergi kekantin untuk ambil makanan lagi" ucapnya.

"Oh, apa yang kamu bawa sampai kamu bosan gitu?" tanyaku. Dia beranjak mengambil tasnya dan memperlihatkan banyak sekali tuna kaleng, sarden dan makanan kaleng lainnya. Aku sangat terkejut.

"Hey !! Kamu, bagaimana bisa bosan dengan makanan seperti ini?" tanyaku sedikit keras.

"Sssttttt.. jangan berisik, kalau kamu mau, makan saja," ucapnya.

"Baiklah dengan senang hati" ucapku. Setelah kenyang makan aku menghampiri Aditya yang sedang bersandar di pojok ruangan.

"Aku mau tanya bagaimana.." pertanyaannku yang lalu dipotong oleh jawabannya.

"Nanti saja, aku mohon nanti saja. Aku sangat lelah.." setelah mendengar ucapannya aku aku langsung terdiam mencoba memahami, karena dia memang terlihat sangat lelah. lalu aku mencoba melanjutkan tidurku.

   Pagi menjelang, kulihat jam ini sudah pukul 10.15 mungkin bukan pagi lagi. Aku bahkan sudah tak peduli tentang pagi, siang dan malam. Aku hanya ingin keluar dan bertemu Bu Fatma-ku. Aditya dan temannya masih tidur. Aku mencoba melihat keadaan di luar dari jendela. Tidak ada siapapun, tampak aman memang, tapi kejadian kemarin membuatku trauma, aku takut mereka tiba-tiba muncul kembali dan menangkapku. Aku tidak tahu apa yang terjadi, aku juga tidak tahu apakan orang-orang itu sebenarnya jahat atau tidak. Apakah buronan itu bisa membahayakanku atau tidak, aku bahkan belum melihat secara langsung hal-hal yang aku takutkan. Bagaimana jika sebenarnya mereka adalah orang yang baik. Entahlah, hatiku mengatakan untuk menghindari mereka adalah jalan terbaik dan hatiku percaya bahwa mereka ada hubungannya dengan dievakuasinya semua orang dari Jakarta. Aditya bangun dan langsung menghampiriku.

"Hey.. siapa namamu?"

"Hey.. kamu sudah bangun, aku Saras"

"Apa dari awal kamu sendirian?"

"Iya," jawabku singkat.

"Hmm.. Dia Aris" menunjuk pada temannya yang masih tertidur.

"Apa kamu mahasiswa sini?" tanyaku.

"Bukan"

"Lalu? Sedang apa disini?"

"Aku mencari Abangku"

"Hah, abang?" tanyaku heran.

"Iya, dia anak buah dari Profesor itu. Kamu tahu kan tentang keberadaan Profesor itu disini?" tanyanya.

"Iya, aku tahu dia disini, tapi aku tidak tau untuk apa.."

"Project Deather Day"

"Project Deather Day? Maksudnya?" tanyaku penasaran.

"Kamu tahu ruang perpustakaan kampus ini?"

"Tau lah, aku mahasiswa sini, sudahlah gak usah bertele-tele, cepat jelaskan!" tandasku.

"Tapi kamu mungkin tidak tau kalo perpustakaan itu terletak pas koordinat 0 derajat dari permukaan bumi, itu bisa jadi pusat untuk penyebaran virus Dropsix"

"Virus Dropsix? Maksudnya?"

"Kamu pasti juga sudah mendengar ini kan?" tanyanya.

"Iya, aku hanya sekilas melihat di internet tapi belum tahu sebenarnya"

"Ini Project Bunuh diri"

"Hah? Maksudnya?"

"Profesor itu sering dibully saat masih kecil karena dianggap penghayal yang gila, sampai dia menikah dan punya anak pun orang masih mencemoohnya. Dia cerdas namun obsesinya terlalu aneh. Bayangkan dia berharap kelinci bisa bicara, kambing bisa berenang dan..." ucapnya yang langsung aku potong dengan tawaku.

"Hahhah.. yang bener aja.. "

"Itu bukan bagian yang anehnya, dia menggunakan seluruh anaknya menjadi bahan percobaan untuk membuat formula atau gen baru untuk pertumbuhan pita suara dan motorik binatang-binatang percobaannya. Mereka ditemukan mati dengan pita suara dan otak mereka yang diambil. Istrinya yang syok melihat itu langsung bunuh diri dihadapan Profesor dengan menembak dirinya sendiri menggunakan pistol.  Profesor sangat mencintai istrinya daripada anaknya. Dia menangis dan menyerahkan diri ke polisi."

"Lalu kenapa dia bisa kabur?" tanyaku penasaran.

"Dia tidak kabur, tapi dia di bebaskan. Kejadian yang tadi aku ceritakan terjadi 15 tahun yang lalu"

"Loh.. kenapa di bebaskan? Bukannya kejahatan seperti itu bisa dihukum mati?" tanyaku heran.

"Dia dibebaskan oleh Kedutaan Korea Utara, karena Korea Utara akan bertanggung jawab membayarkan hutang negara 35% jika dia dibebaskan dan Presiden menyetujui"

"Darimana kamu tahu semua itu" tanyaku.

"Abangku satu penjara dengannya, dia sendiri yang cerita waktu itu, abangku tulis di jurnal hariannya, lalu aku baca"

"Bagaimana abang mu bisa satu penjara dengan orang seperti itu?"

"Aku tidak bisa beritahu.. Aku akan ceritakan kenapa dia bisa dipenjara lagi dan tentang virus Dropsix itu..."

"Aku akan dengarkan dengan senang hati..." ucapku.


Bersambung...