(sumber foto agraindonesia.org)
Marhaen, Jakarta - Sepanjang tahun 2013 -2017 terjadi konflik di atas lahan 64 hektar oleh masyarakat dengan PT. Cipta Tumbuh Berkembang (CTB) dan PT. Sintang Raya di Desa Olak-Olak sehingga menimbulkan pelaporan berbagai tindakan pelanggaran HAM yang dialami oleh masyarakat Patok 30, Dusun Melati Desa Olak-Olak, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat, hingga tercatat sudah 43 orang dikriminalisasi dengan tuduhan melakukan pencurian padahal mereka memanen diatas lahannya sendiri, puluhan lainnya mengalami intimidasi, teror bahkan tindak kekerasan.

Imbasnya pada Selasa, 22 Februari 2018 pukul 24:00. Penangkapan paksa yang dialami Aktivis Agararia Ayub dari Kabupaten Kubu Raya oleh Kepolisian Resort Mempawah, Kalimantan Barat. Penangkapan terjadi saat ia sedang tidur di kantor Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) wilayah Kalimantan Barat di Jalan Ampera Raya, Komplek Villa Mega Mas No. 12 B.  .

Tanpa surat perintah kepolisan menangkap paksa Ayub dengan tuduhan melakukan pencurian tandan buah sawit di tanah yang bersengketa dengan PT. Cipta Tumbuh Berkembang (CTB) dan PT. Sintang Raya.

Sehari setelah penangkapan Ayub, pada tanggal 23 Febuari pihak Kepolisian Resort Mempawah mengeluarkan Surat perintah penahanan nomor SP.Han/01/II/2018/Reskrim sekaligus berita acara penahanan yang dikirimkan melalui ketua RT di Patok 30, Dusun Melati, Desa Olak-Olak.  Namun ada kejanggalan dari surat perintah  penahanan dan berita acara pada tanda tangan Ayub yang sangat berbeda dengan tandatangan asli di Kartu Keluarga.

(perbedaan tanda tangan Ayub pada surat acara penahanan dan kartu keluarga/ foto oleh Moh. Ali)
Moh. Ali Seketaris Jendral (Sekjen) AGRA mengatakan ada yang ganjil dalam penangkapan saudara Ayub yang dilakukan oleh pihak kepolisian.

"Dalam penangkapan seharusnya polisi menyampaikan identitas, menunjukan surat perintah penangkapan dan menerangkan kepada Ayub atas hak ketika ditangkap. Kedua, tidak seharusnya polisi melakukan pelarangan terhadap kuasa hukum untuk bertemu dengan Ayub" saat menjawab  pesan melalui media chat smartphone.

Sudah 7 hari sejak penangkapan paksa, keluarga Ayub dan kuasa hukum AGRA belum bisa menemui karena dengan berbagai macam alasan dari pihak kepolisian. (2/3)

Moh Ali mengatakan akan mengadakan dukungan masa dari berbagai pihak dan juga memobilisasi Anggota AGRA seluruh daerah untuk  membebaskan Ayub.

"Ada rencana memasukan kasusnya Ayub ke Komnas HAM terlebih kasus konflik di Kubu Raya ini sudah lama di tangani oleh Komnas HAM. Dan saat ini yang kami lakukan mengorganisasikan dukungan dari anggota AGRA di berbagai wilayah dan organisasi lainya," tambahnya.

Ia juga melanjutkan, "aksi mobilisasi sudah dilakukan mulai tanggal 1 kemarin dan akan kita puncakan pada aksi pada tanggal 29 Maret di 18 Provinsi termasuk di Kalimantan Barat. Kita sedang persipkan juga untuk melakukan kampanye di internasional termasuk membuka peluang di masukan dalam UN komisi Hak Asasi Manusia".

Atas dasar kronologis dan fakta-fakta tersebut, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) mengecam penangkapan paksa oleh pihak Kepolisian Resort Mempawah dan menuntut :

1. Kepada Kepolisian Resort Mempawah untuk segera membebaskan Ayub tanpa syarat.

2. Kepada Kapolri untuk memerintahkan kepada Kapolres Mempawah segera melakukan pembebasan terhadap Ayub dan melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran prosedural yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Mempawah dalam melakukan penagkapan dan larangan Ayub untuk ditemuai dan diberikan bantuan Hukum.

3. Kami mendesak Komnas HAM dan Komisi Nasional Ombudsmen untuk dapat melakukan Investigasi guna memastikan pemenuhan seluruh hak Ayub. (HH/DA)