(Foto : Mahasiswa UBK melakukan long march dari Kampus Kimia menuju Istana Presiden Sambil menyanyikan lagu-lagu perjuangan, Selasa, 24 September 2019/Dheny)

Marhaen, Jakarta –  Mahasiswa Universitas Bung Karno (UBK) kembali turun ke jalan dengan jumlah yang cukup besar menuntut penyelesaian kasus Hak Asasi Manusia (HAM), menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dinilai menciderai nilai demokrasi dan tuntutan lainnya, Selasa (24/09). Seruan UBK Bergerak merupakan gerakan yang tumbuh dari hati nurani mahasiswa akibat ketidakpuasan terhadap situasi negara saat ini.

Menanggapi statement Kemenristekdikti yang mengatakan akan memberikan sanksi kepada Rektor apabila terbukti mengerahkan massa untuk ikut serta dalam demonstrasi mahasiswa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Aldi selaku Korlap dalam aksi UBK Bergerak berpendapat bahwa hal tersebut dapat mengebiri demokrasi dalam kampus.

“secara tidak langsung Rezim atau Kemenristekdikti ini sangat mengkebiri demokrasi kampus, karena membatasi gerakan aksi massa. Dalam hal ini kami sangat mengecam apa yang dikatakan kemenristekdikti” Ujar Aldi, saat ditemui di kampus kimia, Minggu malam, (29/09).

Ia juga menegaskan bahwa gerakan UBK Bergerak bukan perintah dari Rektor, tetapi gerakan solidaritas “ini tergerak dari kawan-kawan mahasiswa UBK yang tergerak hati nuraninya. Mereka semua ialah mahasiswa yang sadar melihat situasi negara yang semakin hari semakin mengkebiri demokrasi dan hak asasi manusianya. Lanjutnya.

Tagar #reformasidikorupsi menyebar luas seiring berjalannya demontsrasi mahasiswa di depan gedung DPR/DPRD di berbgai daerah, terkait Rancangan Undang-Undang yang masih kontroversial.

Menuju Istana

Pada hari itu (Selasa, 24/09) sekitar 400 lebih mahasiswa terlibat dalam aksi UBK Bergerak, melakukan long march dari kampus kimia pukul 09.55 WIB menuju Istana Merdeka. Sebagian massa aksi ada yang menggunakan sepeda motor maupun kendaraan carteran sebanyak dua unit Kopaja. Hampir seluruh massa menggunakan Jas Merah sebagai identitas untuk membedakan dengan universitas lain, bendera-bendera dari 5 fakultas dan bendera Indonesia di tinggikan dengan tiang-tiang dari bambu.

Pukul 11.00 sampai di depan Perpusnas, massa sempat diberhentikan karena terlalu menyebar, koordiantor memanggil simpul-simpul antar fakultas. Istana yang semakin dekat dinilai semakin besar timbul kecurigaan tergerusnya massa karena hadirnya penyusup. Terjadi sedikit perdebatan, apakah massa UBK Bergerak akan bergabung dengan massa yang memperingati hari tani atau tidak.

Dalam aksi kali ini sedikit berbeda, terdapat dosen dari fakultas hukum yang ikut long march dari kampus Kimia sampai di Istana. Azmi Syahputra mengenakan kemeja putih, dasi merah, dan topi hitam, semangatnya terlihat begitu menggebu-gebu dengan menyanyikan lagu-lagu perjuangan.
(Foto: Azmi Syahputra saat memberikan orasi ilmiahnya di depan massa UBK Bergerak, Selasa 24 September 2019/Dheny)

Ia sempat memberikan orasi ilmiahnya ketika telah sampai di depan Istana. Butuh tenaga yang ekstra untuk menyampaikan pendapat kali ini agar bisa di dengar oleh mahasiswa, karena harus beradu keras dengan mobil komando milik buruh tani yang ukuran pengeras suaranya jauh lebih besar.

Dalam orasinya Azmi menyatakan bahwa ”jadi hukum yang baik, adalah perilaku yang baik” ujarnya.

Ia pun menyebutkan kata-kata tersebut berulang-ulang kali dan meminta kepada massa aksi untuk ikut meneriakkan kalimat yang sama. 

“mudah-mudahan DPR, dan Presiden Jokowi dengar jeritan anak-anak bangsa ini” lanjutnya.

Bertolak ke DPR

Tepat pukul 12.00 massa UBK bergeser ke gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dalam spanduk diartikan sebagai Dewan Penipu Rakyat. Massa terpecah, karena kendaraan tidak dapat membawa seluruh massa aksi. Akhirnya segerombolan Massa dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik memilih untuk jalan menuju DPR. Namun karena jaraknya yang begitu jauh, di tengah perjalanan sempat memberhentikan angkutan umum, dan mobil truk milik dinas Kehutanan DKI Jakarta. 
(Foto : Massa UBK berjalan sambil membentangkan spanduk yang berisi tagar-tagar, Selasa 24 September 2019/Dheny)


 Sopir angkot yang ditumpangi ternyata mengantarkan massa aksi UBK secara sukarela, ia benar-benar tidak mau menerima uang yang disodorkan oleh mahasiswa. Sedangkan mobil truk berwarna hijau menjadi tempat berkumpulnya massa aksi dari berbagai kampus, ditengah perjalanan dari bundaran Hotel Indonesia menuju gedung DPR banyak ditemukan Massa dari kampus lain yang akhirnya ikut menumpangi mobil truk.

Sementara di gedung DPR mahasiswa dari berbagai kampus sudah memadati ruas-ruas jalan. Mobil sudah tidak bisa lagi melewati jalan depan gedung DPR. Hingga pada pukul 14.00 WIB, jalan Tol mulai dikerumuni massa, kendaraan roda empat atau lebih yang lewat kecepatannya tidak lebih dari 10 KM/Jam, hingga pada akhirnya jalan benar-benar lumpuh.
(Foto : Mahasiswa UBK kloter kedua yang menyusul menuju DPR, Selasa 24 September 2019/Dheny) 

 Sekitar pukul 14.30 WIB, terdapat penambahan jumlah massa dari UBK. Julian yang memimpin kelompok tersebut mengatakan bahwa ini adalah kloter kedua.

“ini kloter kedua, yang bangunnya pada kesiangan” Ujar Julian

Ia meneruskan bahwa massa kloter kedua berjumlah sekitar 40 orang mahasiswa dari berbagai fakultas, berjalan dari kampus langsung menuju DPR.

“Tidak sempat ke Istana, dari kampus kami langsung ke DPR, diawali dengan Long march dan dilanjut dengan naik busway”.

Keadaaan di depan gedung DPR semakin sore semakin tidak kondusif, polisi menyemprotkan water cannon membuat massa semakin anarkis. Bahkan terlihat mahasiswa-mahasiswa yang sampai menaiki di atap mobil-mobil polisi. Hal ini semakin bertambah anarkis ketika gas air mata mulai ditembakkan. Ada yang berlari menuju semanggi dan juga slipi.

Sementara itu kawan-kawan dari UBK berkumpul di depan gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), meskipun ada beberapa yang terpecah. Tembakan gas air mata terus berlangsung hingga malam hari, bahkan diikuti dengan tindakan represif oleh aparat dan menimbulkan banyak korban luka-luka serta penangkapan.
(Foto : asap-asap yang keluar dari tembakan gas air mata yang akhirnya membuat buyar massa aksi, Selasa 24 September 2019/Dheny)

Aldi selaku Korlap mengatakan bahwa berdasarkan laporan Komisi untuk Orang Hilang & Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) tidak ada mahasiswa UBK yang ditangkap.

“Berdasarkan laporan KontraS  dan LBH tidak ada mahasiswa UBK yang ditangkap. Sedangkan untuk korban luka-luka yang prioritas 2 orang, atas nama Andri Darmuli sampai saat ini dirawat di Rumah Sakit Jakarta dan satu lagi Ananda Dearist Triara rawat jalan”

Luka yang di derita Andri yaitu lebam hingga ke mata dan rusuk akibat luka pukul, sedangkan luka yang diderita Dearist yaitu harus operasi ringan di bagian mata dan saraf otaknya. Sementara korban-korban lainnya rata-rata akibat luka pukul, sesak-nafas akibat gas air mata, dan luka jatuh.

Beberapa hari pasca aksi keluar ajakan presiden untuk mengundang mahasiswa ke Istana. Mengomentari soal ini Aldi menanggapi bahwa yang diinginkan oleh dirinya dan teman-temannya ialah audiensi secara terbuka, menemui massa, memberikan statmen terkait ini, dan membuat MoU. 

Aksi lanjutan yang dilakukan pada 30 September diprediksi massa yang terlibat lebih banyak dari sebelumnya. Kali ini, UBK berkoalisi dengan berbagai kampus dan organisasi pergerakan yang masuk dalam Aliansi Mahasiswa Indonesia, Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK), dan KANPMI.

Raihan salah satu peserta aksi juga ikut mengaskan bahwa gerakan ini murni tanpa intervensi dari pihak kampus. 

“gerakan massa ini adalah gerakan murni dari setiap mahasiswa atas fundamental sendiri tanpa izin atau intervensi dari pihak kampus.” Ujar Raihan, Senin (30/09).

Ia menilai bahwa somasi dari rektorat sangat melemahkan gerakan mahasiswa di berbagai kampus.

“gerakan saat ini minim massa dari mahasiswa setiap kampus dengan adanya somasi dari pihak rektorat, maka dari itu kami dari setiap individu yang memperkuat dalam kelompok untuk terus menyuarakan 7 tuntutan tersebut dan mengawal sampai tuntas” Ucap raihan di waktu yang sama.

Adapun 7 tuntutan yang dimaksud ialah tuntuan Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI) hasil dari Konsolidasi di LBH Jakarta pada 29 September 2019 yang isinya;

1. Menolak RUU KUHP, RUU Minerba, RUU Permasyarakatan, RUU Pertanahan dan Revisi UU Ketenagakerjaan. Mendesak Pemerintah Mengeluarkan Perppu terkait UU KPK dan UU SDA secepatnya. Mendesak pengesahan RUU PKS dan RUU PRT. Cabut UU No. 12 tentang Perguruan Tinggi.
2. Batalkan pimpinan KPK bermasalah pilihan DPR.
3. Tolak TNI-Polri duduki jabatan sipil.
4. Stop militerisme di Papua dan daerah lain. Bebaskan tahanan politik Papua dan buka akses media seluas-luasnya.
5. Hentikan kriminalisasi aktivis dan pers.
6. Hentikan pembakaran hutan di Kalimantan dan sumatera yang dilakukan oleh korporasi. Dan pidanakan korporasi yang membakar hutan serta cabut izinnya.
7. Tuntaskan pelanggar HAM dan adili penjahat HAM yang duduk di lingkaran kekuasaan, serta pulihkan hak-hak korban segera.

Sepaham dengan Raihan, Aldi juga mengajak kepada mahasiswa Indonesia untuk menyuarakan tuntutan yang sama dan ikut mengawal sampai tuntas.

“Gerakan ini merupakan gerakan revolusioner dan progresif yang harus kita tuntaskan bersama-sama mahasiswa se-Indonesia.” Ujar Aldi. 

Pewarta : Moehamad Dheny Permana/CA