(Para pemenang sayembara  novel, kritik sastra, dan cerita anak, pada malam anugerah sayembara DKJ 2019, di teater kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (4/12/2019) malam/Irfan)

Marhaen, Jakarta – Komite sastra Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) umumkan pemenang sayembara novel DKJ 2019 di teater kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (4/12/2019) malam.

Juara pertama, jatuh pada naskah nomor 128 berjudul: Aib dan Nasib, karya Minanto. Naskah tersebut bercerita tentang kehidupan sejumlah warga Desa Tegalurung, Jawa Barat. Menurut salah satu dewan juri sayembara novel DKJ 2019 Zen Hae, naskah ini salah satu dari segelintir yang punya gairah eksperimen.

“Penyusunan fragmen yang ketat membuat novel terasa padat, dengan akhir menggantung yang penuh kejutan di hampir tiap fragmen. Tokoh utama berjumlah banyak, namun mengkait dalam aib dan nasib mereka. Meski tidak menggunakan bahasa Indonesia yang berpretensi sastrawi, novel ini dikisahkan dengan bahasa yang relatif baik dan lentur, serta humor khas daerah,” kata Zen Hae saat memaparkan pertanggungjawaban dewan juri sayembara novel DKJ 2019.

Kemudian, juara kedua, milik naskah nomor 61 berjudul: Sang Keris karya Panji Sukma Her Asih. Naskah, bertokoh sebilah keris kyai kanjeng Karonsih, bercerita sebagai pengelana waktu yang berpindah-pindah melintasi sejarah Indonesia. Sejak kelahiran mistikalnya di khayangan dalam kosmologi Jawa, turun menitis ke masa kerajaan Jawa kuno Hindu-Buddha, kemudian era pengujung kejayaan Majapahit, lalu, masuknya Islam, masa kemerdekaan, hingga zaman modern.

Menurut Zen Hae, bentuk novel tersebut terbilang rumit, memperlihatkan keberanian penulis untuk menguji - coba bentuk dan isi. Kemudian, menurutnya, sifat serba melintasi berlaku bukan hanya pada tokoh, zaman, atau tataran realitas yang berbeda, tetapi juga ragam bahasa yang berubah - ubah sesuai ruang dan waktu, serta sudut pandang pengisahan yang berubah-  ubah dengan alusi halus mengarah kepada tokoh - tokoh dalam sejarah Indonesia.

“Namun, sesekali tata kalimat agak janggal, beberapa frasa Jawa tanpa terjemahan, juga kata yang keliru atau salah eja, tetapi tak banyak,” tuturnya.

Lalu, naskah nomor 37 menempatkan juara ketiga, berjudul: Haniyah dan Ala di Rumah Teteruga karya Erni Aladjai. Naskah tersebut berkisah penutur seorang gadis kecil bermata juling yang mengisahkan kehidupan petani cengkih di Desa Kon, Maluku, kisah tersebut mulai dari pembunuhan, kehidupan sebuah keluarga yang didominasi perempuan, cerita berbingkai dengan elemen supranatural, hingga monopoli tata niaga cengkih yang merugikan rakyat dan perlawanan mereka yang diabaikan. Naskah ini mengedepankan warga Desa yang sederhana dalam hidupnya, di tengah pelbagai masalah yang merundung mereka.

“Novel etnografis ini tidak terjebak untuk sok eksotis, tetapi tampil wajar, termasuk tuturan bahasa Indonesia rasa lokal khas masyarakat setempat. Meski demikian, ada beberapa kalimat yang gramatikanya aneh. Juga sejumlah kekeliruan ejaan dan tanda baca, tetapi sekadar suntingan minor,” papar Zen Hae yang juga penulis buku bunga rampai kritik puisi berjudul: Puisi dan Kemahiran yang akan diterbitkan oleh Marjin Kiri.

Di samping itu, pada sayembara novel DKJ 2019 ini, dewan juri menerima 216 naskah novel dari 21 provinsi dan luar negeri. Kendati banyak masalah yang merundung naskah para peserta, dewan juri bertanggung jawab untuk mencermati dan mencari naskah-naskah yang relatif lebih baik di antara sekian ratus jumlah. Sesudah sampai kepada naskah-naskah yang menjadi juara, dewan juri pun sepakat untuk menyebut beberapa naskah yang menarik juri, meski belum dapat menjadi pemenang harapan. Sesuai nomor urut yaitu, Menanti Sage Brous Pulang nomor urut 6, karya Indrawati Aminuddin. Rencana Besar (Untuk Mati dengan Tenang) nomor 35, karya Wisnu Suryaning Adji Sumarwan. Hikayat Lembayang nomor 72 karya Dadan Sutisna. Lalu, ada Cadl nomor 103, karya Henny Triskaidekaman. Cerita Cinta Tentang Kucing nomor 150, karya Irman Hidayat. Dan Burung Kayu nomor 169, karya Niduparas Erlang.

“Kami tidak dapat mengklaim bahwa keenam naskah ini siap terbit ataupun layak terbit dalam bentuknya saat ini. Naskah-naskah ini punya sejumlah masalah serius dalam derajat yang berbeda-beda, tetapi berpotensi menjadi naskah yang lebih baik dengan berbagai perubahan dan penyuntingan mendasar agar kelak layak terbit,” kata Zen Hae.

Selain itu, dewan juri novel DKJ 2019  Linda Christanty, dalam pertanggungjawabannya ia meninjau keseluruhan naskah yang masuk, terdapat keragaman genre: seperti fiksi sejarah, fiksi ilmiah, fiksi fantasi, novel anak, novel remaja—yang mengolah kisah cinta, fiksi etnografis, hingga fiksi didaktis - religius yang berpretensi mendidik dan menasihati pembaca.

Menurutnya, maraknya fiksi terjemahan dalam bahasa Indonesia juga menggiring para peserta untuk menulis novel serupa. Misalnya, naskah yang ke korea - koreaan penuh dengan melodrama, fiksi fantasi dan fiksi ilmiah yang ke jepang - jepangan atau ke holywood - holywood'an. Kata Linda, keinginan mengikuti arus besar penulisan fiksi tejemahan dan derivatif ini membuat para peserta kehilangan kemampuan untuk memilih tema yang unik. Yang juga sangat mencolok adalah sejumlah naskah kelatin - latinan yang meniru langgam fiksi realisme magis.

“Pengarang meniru idolanya mentah-mentah atau secara formulaik, khususnya Gabriel Garcia Marquez, yaitu realisme magis, multi generasi, dan disentuhkan pada luka sejarah dari masa lalu, dan seterusnya. Hasilnya adaptasi dari negeri sebrang yang menjadi aneh, karena karakter, nama atau latar cerita seakan dipindahkan begitu saja. Padahal, khazanah negeri sendiri tidak kurang kegaiban atau kemagisan,” kata Linda Chiristanty.

Ia juga mengatakan bahwa umumnya naskah lemah dalam penokohan, alur, logika cerita, sudut pandang, dalam deskripsi kisah dialog , menurutnya, banyak naskah yang bertele-tele dan terjebak ke dalam perincian yang tidak perlu. Selain itu, tampak kehendak untuk menggurui pembaca lewat dialog dan peristiwa penuh hikmah. Kemudian, kata dia, naskah seakan “antikeperajinan” dalam hal bahasa, tidak berajin-rajin dengan kalimat dan kata. Linda pun menjumpai naskah-naskah dengan tebaran kalimat-kalimat yang malas, buram, atau ruwet, yang menurutnya masih dapat di tulis ulang.

“Tak hanya sekadar soal bahasa atau ekspresi gagasan, hal ini menyiratkan kemalasan untuk berpikir kritis, meragukan, dan memeriksa kembali pikiran sendiri berikut penuangan ke dalam tulisan. Hasilnya adalah naskah yang terburu-buru, instan, lekas berpuas diri, dengan banyak kekeliruan yang dapat dihindari jika saja pengarang-pengarang lebih rajin,” papar Linda Christanty yang juga penulis buku Seekor Burung Biru di Naha.

Dewan juri terakhir Nukila Amal, dalam pertanggungjawaban ia memaparkan kriteria, penjurian berpatokan kepada empat kriteria; seperti kecakapan berbahasa Indonesia, keperajinan sastrawi, kebaruan, dan keselarasan bentuk serta isi. Untuk penilaian dilakukan oleh para juri dengan membaca naskah tanpa mengetahui nama peserta serta hanya diberi nomor sesuai urutan.

Di tempat yang sama, tahun ini, komite sastra menorehkan catatan penting. Selain berhasil  menyelenggarakan, Jakarta International Literary Festival (JILF) untuk pertama kali. Komite sastra juga menggelar tiga sayembara penulisan sekaligus: novel, kritik sastra, dan cerita anak yang masing-masing terdapat tiga dewan juri. Adapun sayembara cerita anak adalah program baru yang diluncurkan komite sastra. Setelah sebelumnya, komite sastra  mengadakan kelas penulisan cerita anak pada 2017 dan 2018 yang diampu oleh Reda Gaudiamo, juri sayemabara cerita anak tahun ini.

“Yang menarik juga ada sayembara cerita anak, ini adalah cabang sayembara baru dari DKJ, dan kebutuhannya jelas, dari kalangan pendidik, orang tua, maupun anak-anak itu sendiri. Seringkali kita kesulitan mencari karya sastra yang baik, yang tepat, dan memuaskan. Yang bukan hanya menghibur tetapi juga bisa menjadi kenangan serta membentuk sesuatu di alam pikir anak yang membacanya,” kata Plt. Sekertaris Jendral DKJ, Hikmat Darmawan saat pembukaan malam anugerah sayembara DKJ 2019.

Selain itu, sebelum acara malam anugerah dimulai komite sastra menyuguhkan penampilan musik yang dilantukan oleh Deredia.

Pewarta : Irfan Fauzy/CA