(Foto: sedang berlangsungnya Aksi Kamisan/Adittiya)

Marhaen, Jakarta - Aksi kamisan genap berusia 16 tahun dengan tajuk “Bongkar Senandung Kebohongan Jokowi”, yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat lainnya digelar di depan Istana Negara Republik Indonesia. Kamis, (19/01/2023).

Aksi kamisan adalah aksi damai yang dimulai sejak 18 januari 2007 yang dilakukan dengan berdiri di depan Istana Negara Republik Istana dengan mengenakan pakaian hitam dan payung hitam. Tujuannya adalah menuntut pemerintah untuk menyelesaikan kasus kasus pelanggaran HAM berat secara yudisial.

Pada aksi kali ini menampilkan konser musik dan juga teatrikal keranda mayat. Salah satu korban pelanggaran HAM berat Kristian Erdianto Bejo Untung atau biasa panggil Bedjo untung pimpinan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) itu ditangkap dan dipenjara tanpa peradilan selama sembilan tahun. Ia mengatakan Jokowi melindungi para pelaku diingkarkan pemerintahan.

“Saya dengan tegas mengatakan jokowi masih melindungi pelaku, buktinya dalam lingkaran kekuasaan sudah jelas-jelas terlibat kasus pembunuhan, penculikan, pemerkosaan dan penghilangan secara terpaksa, saya tidak usah menyebut namanya,” pungkasnya.

Dalam melakukan penyelesaian kasus, pemerintah melakukannya secara non yudisial karena kurangnya bukti yang kuat. Namun, dari Komnas HAM dan para keluarga korban tidak setuju karena menurut mereka itu sama saja cuci tangan pemerintah. Kelompok masyarakat sipil dan para pegiat HAM juga menemukan fakta, pemerintah tidak melibatkan korban dalam penyusunan atau pembentukan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022 terkait Pembentukan Tim Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat Non-Yudisial.

Terkait hal tersebut, Bedjo menolak penyelesaian kasus secara non yudisial yang dikeluarkan Jokowi sebab upaya tersebut dinilai akan melanggengkan impunitas.

"Kalau jokowi hanya basa basi, saya rasa itu sangat berat, harapan saya Jokowi harus lebih berani lagi, penyelesaian non yudisial ini hanya sebagai langkah kecil.secara mekanisme internasional ini harus ada pengungkapan kebenaran,ini sama saja dengan impunitas,” tegasnya.

Selaras dengan Bedjo, terdapat Sumarsih, ibu dari Wawan, mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas pada Tragedi Semanggi I turut hadir dan menyampaikan tuntutannya. Menurutnya, pidato Jokowi di Istana Negara RI pada tanggal 11 Januari 2023, saat menyatakan penyesalan dan pengakuan 12 kasus pelanggaran HAM berat, ia menilai tidak ada yang perlu disesalkan.

"Pelanggaran HAM berat masa lalu tidak perlu disesalkan dan harus dipertanggungjawabkan dengan sesuai undang undang yang berlaku no 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM kalau mengakui, kenapa baru sekarang? bukannya waktu pemilu capres 2014 di nawacita dia sudah bilang kami berkomitmen untuk menyelesaikan kasus kasus pelanggaran HAM berat masa lalu Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, Penghilangan Paksa, Kerusuhan Mei, Tanjung Priok, Talangsari, terus kemudian 65, terus juga berkomitmen menghapus impunitas," tutur Sumarsih.

Berjalannya aksi kamisan hingga 16 tahun, ia berharap agar Presiden Jokowi segera memberi tugas kepada Jaksa Agung untuk menindaklanjuti berkas penyelidikan kasus Semanggi I, Semanggi II, dan Trisakti, agar segera ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung ke tingkat penyidikan. Ia berharap waktu yang tersisa dalam pemerintahan Presiden Jokowi ini dapat digunakan untuk menepati janji Nawacita yang ia langsung pada pemilu 2014.

“Harapan saya di aksi kali ini semoga menjadi sebuah gerakan melawan impunitas sesuai dengan agenda yang diperjuangkan mahasiswa 98 yang di dalam enam agenda reformasi. Nah, yang kita perjuangkan di aksi kali ini khususnya agenda yang ketiga adalah tegakkan supremasi hukum, jadi saya minta presiden untuk menyelesaikan kasus ini sesuai undang-undang yang berlaku,” tutup Sumarsih.



Penulis : Michael Gono Ate

Editor : Devi Oktaviana