(Foto: sedang berlangsungnya acara/Sarjio)

Marhaen, Jakarta -  Bersama Indonesia (BI) kembali mengadakan webinar dengan tajuk "Refleksi 25 Tahun Ekonomi Indonesia Era Reformasi Untuk Mewujudkan Keadilan Sosial" melalui Zoom meeting dan live streaming YouTube dihadiri oleh beberapa narasumber yaitu Faisal H. Basri, Sukma Widyanti dan Awalil Rizky. Kamis (18/05/23).


Pembahasan tajuk di atas memuat beberapa poin penting yang akan dibahas dalam seminar tersebut adalah tentang perjalanan kehidupan bangsa kita dari tahun 1998 hingga tahun 2022 masih terjadi ketimpangan kemiskinan, hal tersebut merupakan perwujudan dari kesalahan khususnya sistem perekonomian itu sendiri.


“Kemiskinan dan ketimpangan itu kurang baik mencerminkan banyak hal, yaitu bagaimana pengelolaan ekonomi, perilaku ekonomi, serta fundamental ekonomi," tutur Awalil Rizky. 


Dalam kehidupan masyarakat Indonesia seperti yang kita ketahui dan dapat dilihat sekaligus dirasakan, sebagian masih mengalami beberapa permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya. Hal ini dapat dipengaruhi dari bagaimana mirisnya angka kemiskinan pada era reformasi, yang hanya dinilai hanya sedikit membaik dan ketimpangan ekonomi masih bisa dicap buruk sebab menurut data yang ada, bisa terpampang bagaimana angka penurunan dari hal tersebut secara jelas.


“Angka kemiskinan hanya berkurang 7,65 juta jiwa dan masih 26 juta penduduk miskin. Kebayang gak sebuah bangsa membangun ekonominya selama tiga dekade mengurangi penduduk hanya segitu saja,” ujarnya.


Menurut Awalil jumlah penduduk miskin di Indonesia dengan statistik yang telah dijabarkan tidaklah sedikit sebab menurut pengategorian kemiskinan yang juga ia sampaikan, bagaimana ada yang disebut rentan miskin ataupun hampir miskin, terjelaskan lebih lanjut menggunakan data dari BPS (Badan Pusat Statistik) yaitu batas garis kemiskinan.


"Saat saya bicara ini kurang lebih 105 juta dari 275 juta itu terkategori miskin per hari. Ini kalau ada statistiknya September tadi kebayang gak dalam suatu negara, kita ketemu tiga dari satu orang diantaranya masih berbau-bau miskin," pungkasnya. 


Kemudian, ia juga mengkritisi bagaimana pemerintah yang pada akhirnya melimpahkan beban utang negara yang banyak kepada rakyatnya sendiri. Maka ia pun merasa bahwa reformasi sendiri bukanlah masalah persoalan kemiskinan dan ketimpangan. Namun, terdapat persoalan lain yang melatarbelakangi hal tersebut. Awalil juga menambahkan dari sisi pengelolaan dan pembangunan ekonomi masih jauh dari yang ia harapkan, di mana sebenarnya yang terjadi lebih memburuk dari sebelumnya.




Penulis: Kristian Sarjio Dappa Lube.


Editor: Na'ilah Panrita Hartono.