(Foto: sedang berlangsungnya acara/Dinda)

Marhaen, Jakarta - Auriga Nusantara bersama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW), Themis Indonesia, dan Kaoem Telapak menggelar diskusi yang menyoroti Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang tak kunjung disahkan. Rabu (09/08/2023).

Korupsi di Indonesia telah menjadi permasalahan serius yang merongrong keberlanjutan pembangunan dan mempengaruhi berbagai sektor masyarakat. Praktik korupsi yang melibatkan penyalahgunaan wewenang dan pencurian dana publik untuk kepentingan pribadi atau kelompok telah menciptakan dampak negatif pada ekonomi, pelayanan publik, dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara. 

Dilansir dari aclc.kpk.go.id, bahaya korupsi di Indonesia disejajarkan dengan kejahatan luar biasa lainnya yaitu terorisme, penyalahgunaan narkotika, atau perusakan lingkungan berat. Bahkan, korupsi dengan statusnya ini telah sejajar dengan extraordinary crime berdasarkan Statuta Roma, yaitu kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan agresi.

Sebagai langkah krusial dalam memerangi tindak pidana korupsi, RUU Perampasan Aset telah diusulkan sejak tahun 2018 dan pada akhir tahun 2022 rancangan ini masuk dalam daftar prioritas legislasi tahun 2023.

Namun, hingga saat ini belum ada kemajuan yang signifikan mengenai pengesahannya. Fakta bahwa pemerintah belum mengeluarkan Surat Presiden untuk memulai proses pengesahan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) semakin menggambarkan kebuntuan ini.

Diskusi tersebut menggarisbawahi keterlambatan dalam proses pengesahan RUU Perampasan Aset sebagai langkah konkret dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. ICW mencatat sepanjang 5 tahun terakhir tak kurang dari 62 triliun rupiah kerugian negara ditimbulkan akibat korupsi. kerugian tersebut belum mampu dikembalikan menggunakan pendekatan penegakan hukum biasa.

“Kerugian yang terbukti melalui putusan, ini baru kerugian, belum hitung suap, belum hitung pungli, tapi kalau bicara kerugian keuangan negara aja itu ada 42 triliun rupiah hanya untuk tahun 2022, tahun 2021 itu 62 triliun gitu kerugian yang terbukti di persidangan” ucap Lalola Easter dari ICW

Setiap penundaan dalam pengesahan RUU Perampasan Aset semakin menguatkan dugaan bahwa ada kepentingan tertentu di DPR dan membuat masyarakat semakin berspekulasi alasan-alasan yang mungkin menghambat pembahasan mengenai RUU ini.

“DPR kalau misalnya ini makin lama diulur dugaan bahwa DPR punya kepentingan untuk menghentikan pembahasan ini itu semakin kuat. Jangan malah menyandera RUU ini kalau memang justru mau, bahwa anda (DPR) itu suportif terhadap pemberantasan korupsi justru harus jadi yang paling depan untuk mendukung” tambahnya.

Korupsi telah terbukti sebagai penghambat utama bagi kemajuan ekonomi di negara ini dan dampak-dampak negatif yang dihasilkan dari perilaku ini sudah sangat merugikan. Dengan adanya diskusi publik mengenai RUU Perampasan Aset yang sedang diupayakan untuk dapat segera disahkan, agar terjadi perubahan dalam budaya penegakan hukum di Indonesia.

Upaya ini juga diharapkan mampu memulihkan hak-hak yang telah direbut oleh para pelaku tindak korupsi. Dalam konteks ini, partisipasi masyarakat dalam memantau perkembangan RUU Perampasan Aset sangatlah diharapkan.





Penulis : Dinda Aulia

Editor : Bintang Prakasa