(Foto: sedang berlangsungnya aksi /Rizki)


Marhaen, Jakarta - Forum Dago Melawan bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung dan LBH Jakarta mengadakan aksi dengan seruan “Ganyang Penipu Muller Sampai Menang” di depan Gedung Kedutaan Besar Belanda, Jakarta Selatan. Selasa (10/10/2023).

Audiensi dibuka dengan pemaparan bahwa Muller bersaudara memalsukan data yang diverifikasi oleh tim investigasi Forum Dago Melawan yang tidak menemukan sedikitpun dari berkas-berkas di Belanda terkait ahli waris keluarga Muller saat ini. Selain itu, massa aksi juga berorasi untuk mengembalikan ruang hidup yang selama ini mereka tempati selama puluhan tahun dan dilanjutkan pembacaan surat oleh Cindy, selaku warga Dago Elos.

Penulis surat bernama Hilma Safitri, seorang warga negara Indonesia yang beberapa tahun lalu berkesempatan menempuh pendidikan di Belanda, menuliskan esainya untuk mewakili 300 keluarga di Dago Elos yang terdampak gugatan penggusuran atas sengketa lahan keluarga Muller. Hilma memberikan dua pertanyaan, diantaranya: benarkah keluarga Muller berkerabat dengan keluarga kerajaan dan apakah Ratu Wilhelmina pernah menugaskan secara langsung George Hendrikus Wilhemus Muller. 

"Melalui surat ini, saya hendak menarik perhatian Yang Mulia, sekaligus menanyakan dua pertanyaan. Pertama, benarkah keluarga Muller berkerabat dengan keluarga kerajaan Belanda? Kedua, benarkah Ratu Wilhelmina pernah menugaskan George Hendrikus Wilhemus Muller?" Tutur Cindy menerangkan isi surat ke pihak Kedutaan Belanda. 

Surat ditutup atas perhatian Hilma dengan pernyataan Yang Mulia Raja yang mengakui dan meminta maaf atas keterlibatan Belanda dalam perdagangan budak di Hindia Belanda serta memohon kebesaran hati mengungkap kebenaran sejarah. Lalu saat pembacaan surat berakhir, Bu Ayang sebagai perwakilan warga Dago Elos lekas memberikan surat tersebut kepada utusan Kedutaan Belanda yang bernama Angeline secara langsung bertemu di dalam Gedung Kedutaan Belanda. Ucapan hangat diberikan utusan tersebut dan berempati kepada warga Dago Elos. 

"Nama utusannya Ms. Angeline, jabatan beliau sebagai Konselor di Kedutaan Belanda tersebut. Respon penerimaan beliau pada saya sebagai perwakilan dari warga Dago Elos cukup baik, ramah. Beliau pun menunjukkan empati yang cukup bagi warga terdampak," ucap Ayang saat diwawancarai secara daring melalui Whatsapp, Rabu (11/10/2023). 

Terdapat tuntutan lain untuk lembaga-lembaga nasional. Pertama, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) mafia tanah bersama Jaksa Agung dan melakukan investigasi kasus tersebut. Kedua, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan Komnas Perempuan menindaklanjuti tindak kekerasan terhadap warga, terutama perempuan dan anak-anak. Dan ketiga, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri RI) melakukan pemeriksaan anggota polisi yang melakukan kekerasan.

Terakhir, Angga selaku Ketua Forum Dago Melawan berharap mafia tanah dapat diberangus karena menimbulkan modus-modus yang tidak menguntungkan bagi masyarakat yang meninggalkan tempatnya. Dalih perampasan hak atas tanah sendiri, seperti pembangunan, investasi di daerah maupun Eigendom Verponding (hak milik) di kampung Dago Elos yang diklaim milik keturunan keluarga Belanda. 

"Mafia tanah ini memang harus diberangus, karena memang semakin dalam analisis, kita sementara ini bepersepsi bahwa modus-modus yang dilakukan mafia tanah dalam upaya perampasan atas hak tanah oleh masyarakat banyak sekali. Baik itu atas dalih pembangunan, investasi di daerah, dan lain sebagainya. Dan kebetulan, modus yang kita hadapi di sini lewat Eigendom Verponding, adanya klaim tanah dari para keturunan Belanda," tutup Angga. 



Penulis: Muhammad Rizki

Editor: Na'ilah Panrita Hartono