(Foto: ilustrasi pekerja sebagai alat kapitalisme/gramedia.com)

Oooh pekerja, nampak usaha 

jungkir balik tak pernah lelah

laksana kemudi mesin tak henti

membiru, mendongak atas

hanya buat perut belaka. 


Kau temukan di kakinya, seonggok debu

di wajahnya, sebutir keringat luluh lantah

tampak jam memenjara, dikurung tertutup

tertutup oleh angan-angan kosong pengembala. 


"Hei, apakah kita menolongnya?" 

Sudi berbuah picik, menandaskan modal 

terakumulasi memelihara tatapan lunglai

sejawatnya tak khawatir, kedepannya ia pergi. 


Sungguh, nahas sekali, belum genap umurnya

genap gemilang mencapai kesejahteraan

gemulai pada takdir menghisap jiwanya 

mengubur dalam impian, “alat kapitalisme”.




Penulis: Muhammad Rizki