(Foto: sedang berlangsungnya aksi/Salsabila)

Marhaen, Jakarta - Aksi protes kembali digelar oleh masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) dalam peringatan Hari Buruh Sedunia (May Day) dengan tema “Rezim Oligarki “Jokowi” Perusak Demokrasi, Gagal Sejahterakan Rakyat, Bangun Kekuatan Politik Progresif & Rebut Kedaulatan Rakyat” di area Patung Kuda, Jakarta. Rabu (01/05/2024).

Bertempat di Jembatan Dukuh Atas Jalan Sudirman menjadi titik kumpul yang akan menjadi awal long march ke Bundaran HI menuju Gedung ILO dan terakhir di Istana Negara. Aksi ini akan dihadiri dengan jumlah massa sekitar 10.000 orang dari wilayah Jakarta, Banten dan Jawa Barat.

Menurut Sunarno selaku Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat buruh Indonesia (KASBI), sebelum disahkan omnibus law ini sudah menjadi kekhawatiran tersendiri. Menurutnya Undang-Undang ini hanya memberikan karpet merah kepada pemilik modal dan oligarki sehingga merasa bahwa masih harus menyuarakan pencabutan omnibus law ini.

“Kita mungkin hitung dari 2019 artinya kita masih melakukan perjuangan kaum buruh terkait dengan tuntutan pencabutan omnibus law cipta kerja, jadi sejak Oktober 2019 diwacanakan oleh presiden Jokowi kami sudah khawatirkan secara substansi itu pasalnya mendegradasi UU ketenagakerjaan yang lama dan itu terbukti” ujarnya. 

Bersama GEBRAK, aksi May Day tahun 2024 ini menjadi momentum di mana pemerintah akan dituntut diantara nya pencabutan omnibus law cipta kerja dan Peraturan Pemerintah (PP)  turunannya, menolak sistem kerja kontrak dan sistem kerja magang, memberlakukan upah layak nasional secara adil dan bermartabat, serta cabut PP 51 tahun 2023 tentang pengupahan. Adapun tuntutan lain yang disampaikan seperti pemberian hak cuti bagi buruh laki-laki saat istri melahirkan, perlindungan terhadap buruh perempuan dan stop pelecehan ataupun kekerasan seksual, penghentian pemutusan hubungan kerja dan pemberangusan serikat buruh. 

Omnibus law digugat ke Mahkamah Agung pada tahun 2021 dan dinyatakan sebagai inkonstitusional bersyarat yang dalam kurun waktu 2 tahun diharuskan adanya perbaikan. Bukannya memperbaiki UU Cipta Kerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)  justru merevisi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) nomor 12 tahun 2011.

Perjuangan kaum buruh bersuara atas keresahan yang mereka terima terus dilakukan dengan harapan adanya jawaban baik dan memuaskan dari pemerintah yang dapat mensejahterakan serta mengembalikan hak dari para buruh yang sudah seharusnya mereka terima. 

“Harusnya pemerintah membuka matanya dan mendengarkan apa yang menjadi tuntutan dari kaum buruh dan gerakan rakyat karena ini sudah bertahun-tahun tuntutan ini kita suarakan, harusnya mereka tau jadi ada hak-hak buruh yang memang itu dikebiri, dihilangkan, dikurangi, bukan malah mensejahterakan buruh atau rakyat tapi justru malah memiskinkan” keluh Sunarno. 




Penulis: Salsabila Ananda Nurhaliza

Editor: Bintang Prakasa