(Foto: cover buku Matinya Seorang Penari Telanjang/goodreads.com)

Judul: Matinya Seorang Penari Telanjang 

Penulis: Seno Gumira Ajidarma

Penerbit: Galang Press

ISBN: 979-9341-05-1

Jumlah Halaman: XII - 261 Halaman

Tahun Terbit: 2000

Seno Gumira Ajidarma merupakan penulis fiksi maupun nonfiksi kelahiran 19 Juni 1958 dan bekerja sebagai jurnalis sejak 1977. Sependek saya baca, karya-karyanya menonjolkan masalah sosial dan politik dikemas dengan gaya bertutur ciamik, seperti buku yang ingin saya bahas kali ini, yakni berjudul “Matinya Seorang Penari Telanjang” diterbitkan oleh Galang Press pada tahun 2000 dan berjumlah 261 halaman. 

Terdapat catatan dari penulis sendiri di dalamnya terkait judul buku ini, yakni naskah dan judul buku tersebut melalui waktu yang lama (bertahun-tahun) untuk diterbitkan bahkan judul aslinya berupa “Matinya Seorang Penari Telanjang” diubah menjadi “Manusia Kamar” oleh penerbit CV Haji Masagung. 

Kumpulan cerita pendek (cerpen) dalam buku ini mencoba mengumpulkan dan menyajikan hal-hal getir yang berkelindan di kehidupan sehari-hari. Penulis juga menampilkan cuplikan berita pada koran di beberapa cerpennya, yakni beriringan dengan latar belakang seorang penulis sebagai jurnalis. Cerpen-cerpen yang termuat dalam buku ini dibagi menjadi tiga bagian, yakni “Matinya Seorang Penari Telanjang”, Manusia Kamar” dan “Memoar” serta akan saya coba ceritakan apa yang saya dapat dari ketiga bagian yang terdapat di dalam buku ini.

Matinya Seorang Penari Telanjang 

Dalam bagian ini yang mana dipilih sebagai judul bukunya karena penulis ingin menampilkan sebuah hal yang ada dalam pikirannya atau lebih tepatnya harapan agar buku ini laris karena berisi seks, kejahatan, dan kekerasan. Namun, setelah saya baca terdapat dalam cerita ini jauh lebih kompleks dari sekadar ketiga hal yang disebutkan sebelumnya.

Dalam cerita ini, terdapat seorang tokoh bernama Sila, ia merupakan lulusan Institut Kesenian Jakarta dari Departemen Tari. Dirinya memiliki banyak koneksi dan sangat berbakat, mulai dari Tari Bali, Sunda, Minang, Jawa, Aceh, Dayak, dan Balet ia kuasai. Akan tetapi, Sila lebih memilih dunia malam, yakni menjadi penari telanjang. Hal tersebut dipilihnya karena bagi dirinya, dunia malam adalah dunia yang memikat yang selalu membuatnya merasa hidup dan merasa melihat arti kehidupan sebenarnya.

Kemudian, pada suatu ketika dirinya diikuti oleh dua pembunuh bayaran hingga ia terjebak pada salah satu gang buntu. Menurutnya, dalam dunia malam seperti ini terdapat banyak pihak yang ingin membunuhnya dikarenakan soal ketenaran, hubungan, maupun hal lainnya. Akan tetapi, hingga akhir hidupnya, dirinya tidak tahu siapa pelaku pastinya yang mengirimkan dua pembunuh bayaran tersebut untuk membunuhnya.

Ada perihal kompleks yang dapat didiskusikan lebih panjang dan dalam setelah membaca cerita pendek tersebut, yakni terkait dalam berbagai hal ataupun pilihan, sering kali seorang perempuan menanggung kerentanan lebih banyak. Mulai dari stigma usang yang masih melekat dalam struktur masyarakat patriarkal, kekerasan seksual, hingga hilangnya sebuah nyawa (femisida).

Manusia Kamar

Dalam bagian ini terdapat dua belas (12) judul cerpen yang tentu saja “Manusia Kamar” merupakan salah satu judul yang termuat di dalamnya. Kali ini, saya tidak akan membagikan apa yang saya dapatkan setelah membaca bagian ini melainkan hanya satu judul saja, yakni “Manusia Kamar”.

Cerpen tersebut berisi mengenai pandangan manusia yang melihat manusia, dunia, dan segala lekuk keduniawian merupakan hal yang semu serta palsu belaka. Dirinya, hidup dalam rumah yang tidak bisa dijamah manusia lain bahkan matahari saja tidak bisa menembusnya, karena pintu dan jendela rumahnya ditembok olehnya. 

Tidak hanya sampai di situ, dirinya juga menghindari atau dapat dikatakan sangat malas untuk berinteraksi dengan manusia karena menurutnya suara manusia hanyalah kumpulan munafik yang penuh kepalsuan. Ia menggunakan radio, televisi, buku, kaset film, dan koran untuk mengetahui segala perkembangan dunia luar serta terdapat peralatan olahraga untuk menjaga kesehatan jasmaninya.

Bahkan, ia juga aktif menulis dan mengirimkan karyanya serta mendapatkan antusias dan banyak penghargaan meskipun dirinya tidak pernah hadir ketika diumumkan bahwa tulisannya itu juara. Sebab, ia menulis kolom maupun puisi menggunakan nama samaran sehingga orang-orang tidak ada yang mengetahui bahwa itu dirinya.

Setelah membaca cerpen ini, saya bisa merasakan kesepian yang menyelimuti tokoh tersebut, tetapi tidak terkesan sebagai manusia yang menyedihkan karena hal tersebut merupakan pilihannya. Terdapat, penggalan kata dalam cerpen ini yang selalu berkelindan di dalam kepala setelah membacanya, yakni “Ia menghindari persahabatan, aku maklum, persahabatan terkadang bisa membunuh. Ia terasing dan kesepian. Tampaknya ia lebih suka demikian karena telah jadi pilihannya.”

Memoar

Terdapat perbedaan dalam bagian ini dibandingkan sebelumnya, yakni pemilihan sub judul pada bagian ini bukan berdasarkan salah satu cerpen karena di dalamnya hanya terdapat 3 cerpen dan satupun tidak ada yang berjudul “Memoar”. Akan tetapi, cerita-cerita dalam bagian akhir ini terkesan ringan dan dekat dalam kehidupan sehari-hari. 

Seperti salah satu cerpen dalam bagian ini, yakni cerita terakhir dalam buku ini yang berjudul “Selamat Pagi bagi Sang Penganggur”. Kisah dalam judul ini ada sebuah keluarga dengan memiliki seorang anak satu yang baru saja menginjak bangku playgroup, istrinya bernama Shanti ia mencari rezeki dengan bermain biola hingga pukul 3 pagi serta dirinya juga masih kuliah. Sedangkan suaminya, ia merupakan seorang pengangguran. 

Kisah yang terjadi dalam cerpen “Selamat Pagi bagi Sang Penganggur” saya cukupkan sampai di situ saja karena untuk memantik kawan-kawan untuk membacanya langsung atau dijadikan bahasan yang lebih lanjut terkait perkenalan dari kondisi tersebut. Secara keseluruhan buku ini sangat menarik untuk dibaca karena dengan jumlah halaman yang tidak tebal, tetapi penulis mampu mengemas hal-hal pahit yang terjadi dekat di dalam kehidupan. Serta, saya juga sepakat dengan yang dilakukan oleh penerbit CV Haji Masagung, yakni jika judul buku ini adalah “Manusia Kamar” bukan “Matinya Seorang Penari Telanjang”. 





Penulis : Bintang Prakasa
Editor : M. Zacki P. Nasution