Marhaen, Jakarta - Organisasi mahasiswa seperti BEM dan Hima semestinya menjadi ruang aman bagi mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi, berekspresi, dan mengembangkan diri. Namun, di Universitas Bung Karno (UBK) kenyataan yang tergambar dari berbagai suara mahasiswa lintas fakultas justru menunjukkan sebaliknya.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Himpunan Mahasiswa (Hima) adalah organisasi mahasiswa intra kampus yang memiliki peran penting dan fokus yang berbeda. BEM berada di tingkat fakultas atau universitas, sedangkan Hima berada di tingkat jurusan atau program studi.
Di UBK terdapat empat BEM, yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Politik (BEM FISIP), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi & Bisnis (BEM FEB), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik (BEM FT), Badan Eksekutif Mahasiswa Hukum (BEM HUKUM), sedangkan Fakultas Ilmu Komputer & Sistem Informasi tidak memiliki Badan Eksekutif Mahasiswa.
Terkait Hima, Fakultas Teknik yang paling banyak karena terdapat empat Hima, yaitu Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil (HMS), Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin (HMM) , Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (HIMTEK) dan Himpunan Mahasiswa Teknik Arsitektur (Himawastupadma). Sedangkan fakultas Ilmu Sosial dan Politik memiliki dua Hima, yakni Himpunan Mahasiswa Komunikasi (HIMAKOM) dan Himpunan Mahasiswa Politik (HIMAPOL). Untuk Fakultas Ekonomi & bisnis memiliki dua Hima, yaitu Himpunan Mahasiswa Manajemen (HIMAMEN) dan Himpunan Mahasiswa Akuntansi (HIMAKA), yang terakhir Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu Komputer & Sistem Informasi tidak memiliki Hima.
Kekecewaan Mahasiswa terkait BEM dan Hima yang Tak Berdampak
Bianca, mahasiswa Fakultas Hukum menyuarakan kekecewaan yang mewakili keresahan banyak mahasiswa lain. Ia merasa keberadaan BEM nyaris tak berdampak langsung pada dirinya sebagai mahasiswa. Program kerja tak terlihat, informasi minim, bahkan pendaftaran kepengurusan pun luput dari penyebaran.
“Kita harus nyari tahu sendiri lagi. Kurang transparansi, kurang dirangkul, dan terlambat mendapatkan informasi, terkait Proker BEM yang cuman sebatas seminar saja. Seharusnya bikin event yang bisa memajukan nama kampus, perlu ditingkatkan dan dikembangkan lagi kreatifitasnya supaya lebih menarik untuk diikuti mahasiswa dan ketika mengadakan kegiatan, manajemen waktunya diperbaiki jangan buang-buang waktu atau ngaret,“ keluhnya. Kamis (24/04/2025).
Hal serupa dirasakan oleh Bani dari Prodi Komunikasi. Menurutnya, BEM dan Hima seakan hadir hanya sebagai struktur kosong, yakni memiliki nama tetapi tidak punya kedekatan. Bani bahkan mengaku sudah menyampaikan secara langsung keresahannya kepada Ketua BEM dan Hima terkait kurangnya kelas di FISIP, tetapi lagi-lagi, tak ada tindak lanjut nyata.
“Untuk BEM FISIP, kita hanya tau ketuanya saja, program kerjanya juga kurang tau, komunikasinya perlu diperbaiki lagi. Rangkul dan libatkan mahasiswa-mahasiswa FISIP, serta lebih transparan terhadap kinerja yang sudah dilakukan. Kinerjanya sebaiknya diimplementasikan sesuai dengan apa yang sudah dikampanyekan,” ungkap Bani, mahasiswa Ilmu Komunikasi. Rabu (23/04/2025)
Ia juga menambahkan kritik terhadap Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (HIMAKOM), Bani berpendapat bahwa kegiatan yang dilaksanakan seharusnya lebih banyak yang diutamakan dan diimplementasikan sesuai bidang ilmu komunikasi.
“Untuk HIMAKOM, kegiatan mahasiswa yang bersifat olahraga sebaiknya dikurangi. Karena kita ini Prodi Ilmu Komunikasi, jadi seharusnya kegiatan yang dilaksanakan lebih relevan dengan bidang kita,” ujarnya.
Kritik lainnya datang dari Yoseph, mahasiswa Ilmu Komunikasi. Menurutnya, baik BEM maupun Hima tidak memberikan dampak berarti. Karena agenda-agenda yang mereka rancang justru sarat dengan kepentingan masing-masing, ia bahkan secara langsung mengatakan bahwa dirinya tidak merasakan kehadiran BEM di FISIP
Lebih jauh, Yoseph menyoroti kondisi organisasi mahasiswa yang menurutnya hanya eksis secara struktur, tapi tidak dalam aksi. Ia menyebut bahwa banyak aspirasi mahasiswa bukan benar-benar datang dari suara murni mahasiswa, melainkan hanya ‘titipan’ dari pihak-pihak tertentu.
“Terkait aspirasi mahasiswa tergantung siapa yang menungganginya artinya aspirasi-aspirasi itu adalah aspirasi yang dititipkan. Jadi tidak real dari suara mahasiswa itu sendiri. Eksistensinya ada, tapi kerjanya tidak ada, karena adanya muatan kepentingan,” ungkapnya saat ditemui pada Rabu (20/03/2025).
Bahkan, Junior Mahasiswa akhir Ilmu Komunikasi mengungkapkan bahwa dirinya tidak merasakan dampak dari keberadaan BEM dan Hima karena saat kampanye banyak program kerjanya, tetapi ketika terpilih banyak program kerja mereka yang tidak terlaksanakan.
“Masalah aspirasi bilangnya diperjuangkan. Kalo diperjuangkan tuh harus total, jangan baru sekali udah bilang memperjuangkan. BEM sama Hima di FISIP mereka sering tidak sependapat kalau ada kegiatan padahal bisa cari jalan tengahnya tapi ya karena ada kepentingan itu, HIMAKOM dan HIMAPOL aja banyak crashnya,” jelasnya.
Tanggapan dari BEM dan Hima yang Dinilai Tidak Aktif
Dari sisi pengurus, Ketua BEM FISIP UBK Rahman Hakim menegaskan bahwa organisasinya telah berupaya menjadi penghubung antara mahasiswa dan pihak kampus. Ia menyebut telah menerima banyak aspirasi mahasiswa, seperti kekurangan ruang kelas dan lambannya administrasi. Aspirasi tersebut sudah disampaikan ke fakultas.
“Tidak ada satu pun yang benar-benar terealisasi, keterbatasan pendanaan menjadi kendala utama. Kami tidak dapat dana hibah dari kampus, semua harus dicari sendiri. Saya mengeluhkan birokrasi kampus yang mempersulit akses tempat dan kerja sama eksternal. Meski demikian, menurut saya mahasiswa yang berbicara bahwa BEM tidak menampung aspirasi dan tidak merasa diwadahi bisa jadi karena belum paham struktur organisasi,“ tegasnya. Rabu (20/03/2025)
Paulina Sabatania, Sekretaris Jenderal HIMAKOM, menyampaikan bahwa organisasinya memang baru aktif kembali sejak tahun lalu, setelah vakum cukup lama. Ia menyadari belum semua mahasiswa merasa dekat dengan HIMAKOM, tetapi pihaknya terus berusaha menghadirkan program-program yang relevan untuk peminatan Public Relation dan jurnalistik.
“Kita tanya ke mereka, kalian mau apa, lalu kita coba wujudkan. Fun match, pelatihan, open house, semua berdasarkan masukan dari mereka, sekarang yang lagi berjalan akan mengadakan pelatihan jurnalistik,“ katanya. Selasa (22/04/2025).
Persoalan yang sama juga dirasakan oleh pengurus Hima dari berbagai Prodi. Samuel dari ketua Hima Teknik Sipil menyampaikan bahwa mahasiswa banyak mengeluh soal laboratorium yang kurang memadai. Meskipun hal ini sudah disampaikan kepada pihak kampus, tak ada tindak lanjut. Padahal, mahasiswa teknik lebih banyak menjalani praktek dibandingkan teori sehingga mereka harus melakukan praktik di laboratorium universitas lain.
“Saat pengajuan dana dipersulit mulai harus naikin proposal dulu, dan ketika acaranya sudah selesai, bikin LPJ, kita naikin LPJ dulu dan nominal yang dicairkan tidak 100% persen,” ujar Ilham Yudha Ketua Hima Teknik Mesin. Kamis (24/04/2025).
Kemudian, di Fakultas Ekonomi, Zainuddin dari BEM FEB menyebut bahwa setelah pelantikan, tidak ada bantuan dana dari kampus. Semua kegiatan dijalankan mandiri. Ia menyebut bahwa aspirasi mahasiswa sudah disalurkan lewat divisi advokasi, tetapi sering mentok di level fakultas.
Syahril ketua BEM Fakultas Hukum juga menyampaikan kritik keras terhadap kampus yang menurutnya bukan hanya tidak membantu organisasi mahasiswa, tapi justru mempersulit, terutama dalam akses fasilitas.
“Syarat akreditasi yaitu UKM aktif, bagaimana hak kita sebagai mahasiswa, sedangkan kampus selalu mewajibkan kita membayar, namun kita untuk memakai fasilitas dan prasarana tidak difasilitator. Kami nggak pernah dibantu seribu pun. Kalau kami mandiri, malah dicurigai,” Ungkapnya saat ditemui Rabu (16/04/2025).
Mahesa ketua HIMAPOL menyebut bahwa organisasinya sudah berupaya menjalankan program kerja. Namun, ia mengakui bahwa dana sulit dicairkan dan aspirasi mahasiswa yang mereka sampaikan tidak pernah ditindaklanjuti secara konkret oleh fakultas.
Albertdae wakil ketua BEM FT, juga menyoroti masalah yang sama. Ia menjelaskan bahwa pencairan anggaran baru bisa dilakukan setelah proposal diajukan dan kegiatan dilaksanakan, lalu disusul dengan laporan pertanggungjawaban. Namun, ia mengaku dana yang cair pun sangat terbatas.
“Untuk anggarannya setelah proposal dimasukkan nanti setelah kegiatan baru proses pencairan dan dibikin laporan pertanggungjawaban dan segala macam, dana cairnya mentok 500 ribu udah paling tinggi,” ujar Albertdae saat ditemui kamis (24/04/2025).
Dari seluruh apa yang mereka sampaikan, terlihat bahwa mandeknya BEM dan Hima bukanlah perkara tunggal. Mahasiswa merasa tak terwakili, organisasi merasa tak didukung, dan kampus seolah absen dalam dinamika mahasiswa.
Penulis telah berupaya menemui Wakil Rektor III untuk mengonfirmasi persoalan ini dan meminta penjelasan langsung dari pihak kampus. Upaya menghubungi dilakukan sejak 24 April 2025, kemudian dilanjutkan dengan mencoba mendatangi langsung kantor Warek III pada 22 Mei 2025, serta mencoba menghubungi kembali pada 10 Juni 2025. Namun, hingga tulisan ini diterbitkan permintaan wawancara belum mendapatkan tanggapan.
Penulis : Farassiyna Zhybyan dan Reysa Aura Putri
Editor : M. Zacki P. Nasution
0 Comments