(Foto: cover buku My Crazy Feminist Girlfriend/penerbitharu.com)

Judul : My Crazy Feminist Girlfriend

Penulis : Min Ji-hyoung

Penerbit : Penerbit Haru

ISBN : 978-623-5467-15-3

Jumlah Halaman : 260 Halaman

Tahun Terbit : 2023

Diterjemahkan oleh : Dian S


Novel My Crazy Feminist Girlfriend karya Min Ji-hyoung adalah bacaan yang menurut saya sendiri sangat menarik dan berbeda dari novel romansa lainnya. Cerita ini mengikuti sudut pandang Kim Seungjun, seorang pria yang awalnya mempunyai sudut pandang patriarki dan merasa hidupnya baik-baik saja. Namun, semuanya mulai berubah saat ia tanpa sengaja bertemu kembali dengan mantan pacarnya yang kini telah menjadi seorang feminis dan sangat berbeda dari sosok yang dulu ia kenal.

Pertemuan kembali mereka memicu banyak perdebatan soal peran gender hingga konflik. Seungjun mencoba mengembalikan mantannya ke versi yang dulu ia kenal, tetapi sang mantan menolak menjadi perempuan yang pasif lagi. Sepanjang cerita, mereka berdiskusi dan berdebat soal feminisme, relasi gender, dan bagaimana sistem patriarki yang memengaruhi kehidupan perempuan. 

Seiring berjalannya waktu, berbagai konflik yang terjadi dalam hubungan mereka justru menjadi titik balik bagi Seungjun untuk mulai membuka mata terhadap kenyataan yang selama ini luput dari perhatiannya. Ia mulai melihat bagaimana pandangan dan perilakunya selama ini mencerminkan budaya patriarki. Ia juga menyadari bahwa ia tidak pernah memberi ruang untuk mendengarkan suara perempuan, termasuk mantannya, dan selalu melihat perempuan dari sudut pandang laki-laki yang merasa lebih dominan. 

Meskipun Seungjun mulai memahami persoalan yang dihadapi, perubahan dalam dirinya tidak terjadi secara cepat. Ia sering terbawa egonya, menolak menerima kenyataan, bahkan kadang merespons dengan argumen defensif. Justru melalui proses inilah pembaca disadarkan bahwa menjadi sadar akan isu gender bukan sekadar soal pengetahuan teori, melainkan keberanian untuk mengakui bahwa pola pikir kita selama ini salah. 

Akhir cerita ini bukan tentang dua tokoh utama yang kembali bersama, melainkan tentang mendewasakan diri dan melihat dunia dengan mata yang lebih terbuka. Ia, sang perempuan, menyadari bahwa mencintai tidak harus berarti kembali. Keputusannya untuk tetap berjalan sendiri bukan lahir dari amarah semata, tetapi dari keberanian untuk setia pada prinsip yang telah membentuk dirinya. 

Menurut saya, salah satu kelebihan dari novel ini adalah keberanian penulis dalam mengangkat isu feminisme melalui sudut pandang yang tidak biasa, yaitu dari perspektif laki-laki yang belum melek gender. Pendekatan ini membuat pembaca terutama laki-laki bisa ikut belajar tanpa merasa digurui. Percakapan antar tokohnya seperti percakapan yang biasa terjadi di kehidupan sehari-hari. Selain itu, karakter mantan pacar juga ditulis dengan sangat kuat dan konsisten. Dia bukan digambarkan sebagai perempuan marah tanpa alasan, tapi sebagai pribadi yang teguh pada keberaniannya, meski harus mengorbankan hubungan cinta.

Meski begitu, menurut saya novel ini tetap memiliki kekurangan. Bagi sebagian pembaca, terutama yang tidak terbiasa dengan diskusi-diskusi bertema gender, alurnya mungkin terasa berat karena dipenuhi percakapan bernada argumentatif yang kadang terkesan seperti sedang memberi ceramah. Alurnya pun tidak dramatik karena lebih fokus pada perkembangan pemikiran tokoh, bukan pada konflik luar. Jadi, buat yang lebih suka cerita dengan plot twist atau konflik emosional yang mendalam, novel ini mungkin akan terasa sedikit monoton.

Novel ini bukan hanya menyajikan kisah romansa, tetapi juga menyuguhkan kritik yang tajam terhadap pandangan yang sering menyudutkan feminisme sebagai sesuatu yang "berlebihan" atau bahkan "gila". Melalui cerita ini, pembaca diajak untuk memahami bahwa di balik sikap yang tampak penuh amarah, tersimpan perjuangan yang sah untuk diperjuangkan.

Penting untuk diketahui bahwa dalam novel ini terdapat satu adegan hubungan intim antara tokoh utama dengan mantan pacarnya. Meskipun tidak vulgar secara deskriptif, adegan tersebut menyimpan lapisan emosional yang cukup kompleks. Oleh karena itu, novel ini lebih tepat dibaca oleh pembaca berusia 18 tahun ke atas yang memiliki kedewasaan untuk menafsirkan konteksnya secara kritis dan tetap mempertimbangkan nilai-nilai etis yang menyertainya.




Penulis: Reysa Aura Putri 

Editor: M. Zacki P. Nasution