Marhaen, Jakarta - Ruang publik yang aman dan nyaman seharusnya dapat dirasakan setiap mahasiswa yang berada dalam perguruan tinggi mana pun, tetapi yang terjadi di Universitas Bung Karno (UBK) masih sebatas angan-angan belaka.
Membicarakan ruang publik dalam perguruan tinggi merupakan hal penting karena membahas terkait upaya yang dilakukan universitas dalam menciptakan dan mendukung tempat, suasana, ataupun akses bagi mahasiswa untuk menempuh pendidikannya. Dengan demikian, persoalan ruang publik dapat dilihat mulai dari ketersediaan, keamanan, dan kenyamanan.
Hal tersebut juga sesuai dengan yang termuat dalam Pasal 41 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyatakan bahwa Sumber belajar pada lingkungan pendidikan tinggi wajib disediakan, difasilitasi, atau dimiliki oleh Perguruan Tinggi sesuai dengan Program Studi yang dikembangkan. Akan tetapi, mahasiswa UBK memiliki keresahan terkait hal tersebut.
“Setelah mata kuliah itu kan, kita sering sekali untuk diskusi-diskusi yang menjadi persoalan tadi di mata kuliah tadi. Setelah kita keluar dari kelas tersebut, sebenarnya kita ingin sekali ada tempat di mana kita bisa membahas mata kuliah tersebut. Namun, pada faktanya, kita sama sekali gak ada tempat untuk diskusi tersebut,” tegas Arya, salah satu Mahasiswa UBK Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Politik saat ditemui pada Senin (16/06/2025).
Jika merujuk pada landasan hukum yang terdapat di paragraf sebelumnya, yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dapat dikatakan ada beberapa unsur yang tidak dipenuhi dan dijalankan oleh UBK. Seperti tidak tersedianya ruang publik yang berguna untuk mendukung wadah belajar bagi mahasiswa.
Keresahan tersebut juga dirasakan oleh Mahasiswi UBK Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Program Studi Manajemen bernama Lia. Ia mengatakan kesulitan untuk mendapatkan ruang publik di kampus untuk berdiskusi, bersantai, maupun mengerjakan tugas sehingga dirinya dan kawan-kawannya harus mencari tempat di luar seperti Taman Ismail Marzuki. Tak hanya berhenti sampai di situ, ia juga mengeluhkan mengenai ruang kelas.
“Kenapa kalo kita setiap habis kelas tuh langsung ditutup, kayak diusir gitu sama penjaganya. Padahal, itu kan seharusnya bisa dipakai, kita juga bayar di situ. Kadang, kalo habis selesai kelas ya, suka langsung buru-buru diusir gitu sama penjaganya,” tambahnya, saat diwawancarai pada Selasa (17/06/2025).
Ruang publik belum tersedia ditambah ruang kelas yang tidak boleh dipakai jika tidak ada mata kuliah, hal ini semakin membatasi wadah diskusi dan belajar serta jika melihat pada Pasal 41 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menegaskan bahwa Perguruan Tinggi menyediakan sarana dan prasarana untuk memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, potensi, dan kecerdasan Mahasiswa. Maka dari itu, hal tersebut belum diimplementasikan oleh UBK.
Selanjutnya, mengenai persoalan ini, penulis telah berupaya menghubungi pihak kampus (UBK) hingga dibuatkan surat terkait wawancara untuk menanggapi hal tersebut mulai dari 18, 19, dan 23 Juni 2025. Akan tetapi, sampai saat tulisan ini terbit, permintaan wawancara tersebut tidak mendapat balasan.
Penulis : Bintang Prakasa
Editor : M. Zacki P. Nasution
0 Comments