oleh Rainz

(ilustrasi gambar oleh wikihow)



Bagian 5


   Berdebar-debar jantungku saat ini, bagaimana tidak? Berdiskusi dengan Prof. Gusti dan mantan Duta Besar Mr. James. Jika berdiskusi dengan Zain mungkin aku sudah biasa tapi berdiskusi dengan kedua orang yang sudah pakarnya membuat aku kurang percaya diri dan sialnya grogi ini tidak bisa hilang. Sekarang saja aku hanya diam mendengar kan diskusi yang diperbincangkan saat ini. Namun, tidak dengan Zain ia terlihat aktif dalam diskusi. Inilah yang kadang aku iri dengan sifat Zain, bahasa Inggris yang ia gunakan tidak terdengar kaku namun aksen daerahnya masih kental.

                                 
   Tema yang didiskusikan malam ini ialah mengenai dampak dari ledakan imigran yang terjadi pada suatu negara yang sedang berkonflik. Prof. Gusti mengemukakan pendapatnya bahwa yang akan terjadi ialah lambat laun akan adanya penolakan dari warga asli terhadap para imigran. Prof. Gusti memberikan contoh seperti bagaimana warga negara Suriah yang menyebar keseluruh negara-negara Eropa untuk mencari suaka karena negaranya sedang berkonflik. Meski secara letak geografis Suriah lebih dekat dengan negara-negara Teluk, para imigran tidak serta merta menjadikan negara tetangga seperti Arab Saudi dan Yordania sebagai negara tujuan. Meski mereka harus bertaruh nyawa dengan laut Mediterania yang ganas, tapi tak mengurungkan niat para imigran tersebut, karena adanya anggapan Benua Eropa menjanjikan kesejahteraan dan juga harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Akan tetapi lambat laun masyarakat Eropa menunjukkan penolakan mereka, sebabnya karena banyak serangan teroris yang terjadi dan ditambah dengan pengklaiman serangan tersebut merupakan organisasi yang berbasis Timur Tengah. Maka penolakanpun semakin gencar dilakukan karena banyaknya masyarakat Eropa yang masih Islamofobia.

   Tapi, Mr. James mengemukakan pendapat yang lain, bahwa ada beberapa negara yang justru mendapatkan hal yang positif dari ledakan imigran. Ia mencontohkan negara Jerman, yang menurutnya sektor tenaga kerja kian melemah, itu disebabkan dari data populasi rakyat Jerman akan usia produktif pada tahun 2018 ini semakin berkurang, dengan diterimanya imigran maka akan berpotensi meningkatkan sektor tenaga kerja dan yang pada akhirnya dapat memperkuat ekonomi di negara Jerman itu sendiri. Dan Mr. James juga menerangkan bahwa Islamofobia yang terjadi itu karena dampak dari serangan teroris dibelahan negara Eropa sehingga hal itu menjadi salah satu faktor beberapa masyarakat Eropa melakukan penolakan terhadap para imigran. Tapi, Mr. James juga mengatakan bahwa jika dilihat polling yang dirilis baru-baru ini yaitu sebagian besar responden yang menolak masuknya imigran dari negara-negara Muslim ke Eropa berstatus pensiunan dan berusia di atas 30 tahun. Adapun responden yang berada di bawah usia 30 tahun cenderung tidak menolak kehadiran para imigran itu. Penolakan juga datang dari responden yang berpendidikan lebih rendah. Sebanyak 59 persen responden yang berpendidikan sekolah menengah menolak masuknya imigran dari negara-negara muslim. Sebanyak 48 persen responden yang berpendidikan tinggi justru mendukung para imigran. Meski polling ini diadakan untuk menanggapi kebijakan kontroversial Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang melarang masuknya imigran dari tujuh negara dengan mayoritas Muslim. Jadi, sebenarnya bisa dibilang bahwa masih banyaknya masyarakat Eropa yang menerima dan mendukung para imigran itu.

   Zain pun turut mengeluarkan pendapatnya, menurutnya dampak yang sering timbul dari ledakan imigran ialah persaingan untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak, apalagi didalam negara tersebut penduduknya sudah semakin padat, dan Zain juga menambahkan, menurutnya mendapatkan kesempatan pendidikan serta kesehatan yang layak bagi para imigran juga perlu mendapatkan perhatian. Bagi beberapa negara Eropa, prioritas tentang pendidikan dan kesehatan cenderung memprioritaskan warga negara asli daripada imigran.

   Akupun juga ingin mengutarakan pendapat, akan tetapi lagi-lagi perasaan tidak percaya diri itu datang, sehingga aku ragu untuk mengeluarkan pendapatku yang akhirnya aku hanya menjadi pendengar. Tapi, aku tidak lupa untuk mencatat poin-poin pada diskusi kali ini, menurutku dengan menuliskannya di buku jurnal pribadiku akan menjadi ide-ide pada tulisan yang akan aku buat nanti. Disela-sela diskusi Mr. James menawarkan untuk makan malam bersama.

   Kami pun beranjak dari kursi kami masing-masing, Prof. Gusti dan Mr. James jalan didepan aku dan Zain sambil menuju ruang makan. Sesampainya diruang makan, kami melihat perjamuan khas ala Barat, aku dan Zain saling bertatapan seperti mengatakan bahwa kami tidak tahu etika makan ala Barat. Akupun segera berbisik kepada Prof. Gusti untuk menjelaskan mengenai hal ini, tapi aku tidak mendapatkan kesempatan itu. Sampai di meja makan kami pun hanya diam saja.

   Lalu, Zain memberikan isyarakat kepadaku untuk tidak duduk lebih dahulu dan menunggu, akupun cepat tanggap karena aku tidak ingin terlihat bahwa aku tidak mengerti dengan etika makan ala Barat, setelah itu Mr. James mempersilahkan Prof. Gusti dan kami untuk duduk, setelah kami duduk, aku menatap meja didepanku, dan aku kebingungan kenapa banyak sekali peralatan makannya, dan piringpun hanya satu, tapi perkakasnya seperti garpu, sendok atau pisaunya lebih dari satu, dan Zain berbisik kepadaku.

“Lebih baik kita mengamati Prof. Gusti. Ingat, amati, lalu adaptasi, tapi tadi kenapa kamu tidak ikut berdiskusi?”
“Tidak apa-apa, aku hanya lebih suka mengamati, dan rasanya pendapatku tadi sudah kamu wakili”
“Haha, bilang saja kamu tidak pede kan?”

Aku hanya tersenyum pahit, karena Zain seperti bisa membaca pikiranku.

“Tapi aku heran dengan kursi yang ada”
“Memangnya kenapa Za?”
“Padahal kita hanya berempat, tapi kursi dan peralatan makan disiapkan untuk lima orang”

Saat aku masih berbicara dengan Zain, datanglah wanita muda berambut pirang dan mengenakan gaun, lalu menyapa Mr. James.

“Hallo, dad!”
“Hai Trisha, kamu darimana saja? Kami baru saja mau mulai makan malam” Mr. James bangkit dari tempat duduknya.
“Aku terkena macet, ayah, jadi aku telat sampai kesini” kata Trisha.
“Oh begitu. Oh iya, kenalkan ini kolega ayah Prof. Gusti dan kedua mahasiswanya Zain dan Reza” Mr. James mengenalkan kami.
“Hai, Prof. Gusti, apa kabar? Saya Trisha” tanya Trisha sambil bersalaman dengan Prof. Gusti
“Kabar saya baik, saya tak menyangka ternyata putri Mr. James, benar-benar cantik, seperti yang selalu ayahmu ceritakan” kata Prof. Gusti sambil berdiri lalu bersalaman dengan Trisha.
“Terima kasih, saya tersanjung dengan pujian anda, andapun terlihat keren sekali Prof. tidak seperti Professor yang biasanya saya kenal” kata Trisha.
“Ah tidak, saya hanya menyesuaikan saja dengan suasana malam ini” terang Prof. Gusti.

   Kami berduapun bangkit dan menyalami Trisha, sesudah Trisha menyalamiku dan menyalami Zain, ia pun dipersilahkan duduk oleh ayahnya, dan kami memulai makan malam.

   Perbincangan dan diskusi terus berlanjut dimeja makan, Trisha yang tadinya tidak banyak berbicara, saat Zain ikut berbincang, Trisha juga mulai ikut mengeluarkan pendapatnya, dan aku juga ikut menguatarakan pikiranku meski aku tidak sesering Zain, tapi setidaknya aku sudah mengatasi rasa grogi yang tadi aku rasakan. Lalu, setelah makan malam, kami melanjutkan diskusi diruang tamu tempat sebelumnya kami berdiskusi.

   Diskusi berakhir tengah malam, Prof. Gusti, aku dan Zain, pamit kepada Mr. James dan anaknya, dan juga mengucapkan terima kasih atas makan malam serta jamuan yang telah disuguhkan. Aku dan Zain menggunakan Ojek dan Prof. Gusti menggunakan Mobil yang dipesannya melalui aplikasi Transportasi Online.

Saat sampai dikosan, Zain mengajakku berbicara di ruang tengah kosan.

“Mengenai pertanyaanmu tadi, sebenarnya aku ingin menceritakannya, tapi sebaiknya besok saja akan aku jawab semuanya,”
“Kenapa tidak sekarang?”
“Jika aku menceritakannya sekarang, sepertinya sampai pagi nantipun tidak akan selesai, lagipula besok pagi aku ada bimbingan skripsi dengan dosen”
“Baiklah, besok aku ada janji dengan Nayla di Kampus, kau temui saja aku di tempat nongkrong yang biasanya”

Setelah itu Zain langsung masuk ke kamarnya, akupun juga demikian, hari ini sungguh melelahkan bagiku, dan tak berapa lama akupun tertidur.

Bersambung…..