(foto:massa aksi kesatuan perjuangan rakyat/EA)

Marhaen, Jakarta -  Memperingati Hari Tani Nasional, Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR) yang tergabung dari beberapa kota/kabupaten dan provinsi  di seluruh Indonesia melakukan aksi di Taman Aspirasi, Jakarta Pusat. Senin (24/9/18). sejak pukul 09:30 WIB. 

Adapun tuntutannya yaitu : 
1. Wujudkan jaminan sosial untuk seluruh rakyat 
2. Tegakkan demokrasi untuk rakyat 
3. Hapus hutang luar negeri 
4. Sita harta dan aset para koruptor 

Ketua Umum KPR, Herman Abdulrahman menyebutkan beberapa persoalan yang selama ini terjadi dan menjerat rakyat.  

"Selama ini kita terus terjerat dengan biaya pendidikan dan kesehatan yang kian hari semakin mahal, kebutuhan pokok sulit diakses, subsidi rakyat terus di pangkas, drama korupsi terus merajarela, pembungkaman demokrasi semakin masif dan seterusnya yang membuat rakyat Indonesia semakin terbelenggu dan tertindas di negeirnya sendiri." Ujar Herman.

Ia juga menyayangkan bahwa upaya pemerintah yang terus  menerus membuka pintu selebar lebarnya bagi pemodal asing untuk mengeruk sumber daya Indonesia yang tanpa mempedulikan nasib rakyat.

Diambilnya tema “Pemilu 2019 Bukan Pemilu Rakyat, Bangun Alat Politik Alternatif Lawan Rezim Pasar Bebas” dalam aksi ini  bertujuan untuk menegaskan bahwa pemilu 2019 ini bukan pemilu rakyat, karena ternyata nasib rakyat sampai hari ini termasuk kaum petani tidak mengalami perubahan. Sudah berpuluh-puluh kali pilkada tapi tidak menghasilkan perubahan, maka KPR dan beberapa organisasi lainnya  mengajak untuk membangun suatu alat politik aternatif, kekuatan politik alternatif yang lahir dari rakyat. 

Kordinator Lapangan (Korlap), M Sulton Ode mengungkapkan "di bawah Rezim Pasar Bebas (antek kaum modal) dan Rezim Anti Demokrasi kehidupan rakyat Indonesia semakin sengsara. Yakni mulai dari akses terhadap bahan-bahan pokok yang semakin sulit, liberalisasi pendidikan dan kesehatan  yang semakin merajalela, angka putus sekolah yang kian meninggi, kriminalisasi terhadapt gerakan rakyat, subsidi rakyat terus di cabut, perampasan lahan yang semakin masif serta deretan kasuistik lainnya." Kata Ade.

Ade menjelaskan, situasi politik nasional maupun daerah megalami hal yang serupa. Tidak heran, meskipun penyelenggaraan pesta pora elit borjuis terus menerus dilakukan, nyatanya tidak mengakhiri persoalan rakyat.  Justru rakyat Indonesia disuguhi oleh frama elit politik yang saling rebutan kursi  dan kekuasaan. (FA/MDP)