(Foto:Suasana konferensi pers di kantor YLBHI Jakarta/Danu G)

Marhaen, Jakarta – Ditengah hiruk-pikuk menjelang pemilihan presiden 2019 koalisi masyarakat sipil mengambil sikap dengan mengadakan Konferensi Pers mengenai tindakan golput bukan hal yang melanggar hukum, di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jalan Diponegoro No.74, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (23/1/2019).

Mereka yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil diantaranya Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, LBH Masyarakat, Lokataru, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), dan YLBHI Melakukan Konferensi Pers mengenai “Golput Itu Hak Dan Bukan Tindak Pidana”.

Di dalam press release dijelaskan bahwa kemunculan kelompok yang tidak mendukung salah satu pasangan calon presiden acap kali dianggap sebagai sesuatu yang buruk atau tidak patut. Padahal dalam kehidupan demokrasi, tidak memilih adalah hak, seperti halnya memilih; dan setiap orang memiliki kebebasan dalam menjalankan hak pilihnya tersebut.

Arif Maulana Direktur LBH Jakarta menegaskan Golput atau pilihan untuk tidak memilih adalah salah satu ekspresi politik.

“Golput atau pilihan untuk tidak memilih adalah salah satu ekspresi politik. Bentuk dari kedaulatan rakyat, kedaulatan dari setiap warga negara yang menentukan sikap dan ekspresi politiknya,” kata Arif.
Kehadiran kelompok yang tak memihak kedua pasangan politisi seharusnya dibaca sebagai ekspresi protes atau penghukuman terhadap mekanisme penentuan capres-cawapres oleh partai politik yang masih didominasi pertimbangan politik praktis dan mengesampingkan nilai-nilai seperti integritas individu, ataupun rekam jejak yang bersih, anti-korupsi, dan berpihak pada hak asasi manusia.

Advokat sekaligus mantan Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa menegaskan Golput ini bukan gerakan mengembosi calon presiden atau partai tertentu.

“Golput ini bukanlah gerakan genit-genitan, bukanlah gerakan ingin mengembosi calon presiden atau partai tertentu, bukan, kita tidak ada urusan sama sekali dengan hal itu,” kata Alghiffari.

“Apa yang kami suarakan disini adalah murni, bahwa kita ingin demokrasi yang substansial, kita ingin elektoral ataupun sistem pemilihan pemilu yang betul-betul partisipatif dan masyarakat sipil bisa mendorong agenda-agenda demokrasi dan hak asasi manusia,” tuturnya.

Masih dikutip dari press release, mengambil sikap golput di dalam pemilihan presiden 2019 adalah hak politik warga negara sepenuhnya dan bukan pelanggaran hukum. Demikian juga dengan menyebarluaskan gagasan atau ekspresi tentang pilihan politik ini. Apabila nantinya terjadi penyelidikan untuk kasus seperti ini, maka penting untuk memastikan unsur-unsur pidana dalam pasal 515 UU Pemilu.

Koordinator KontraS Yati Andriyani menambahkan “Aparat penegak hukum netralitasnya akan sangat diuji dalam pilpres ini, diuji juga dalam konteks masyarakat memilih golput, dia tidak boleh mengkriminalkan, dia tidak mengambil tindakan hukum yang bisa melanggar hak warga negara, bahkan menutup atau membatasi warga negara untuk golput,” ujarnya. (Danu Gustria Fernanda/MDP)