(Sumber: google.com/images)

Seperti perihnya luka yang tersayat, dalamnya luka membuat seorang manusia menjadi selalu tak tahan untuk menahannya, luka yang dirasakan oleh badan, tentu ada cara untuk menyembuhkannya, akan tetapi luka yang dirasakan oleh hati tak akan pernah ada obatnya, jika cinta memang penyembuh luka pada hati, lalu bagaimana seseorang yang terkena penyakit cinta, apakah luka adalah obatnya.

Lagi-lagi aku melamun di siang ini, kini aku sudah berada dikantin kampus, daritadi aku menunggu Nayla tapi tak kunjung muncul, beberapa saat lalu aku menelponnya, ia mengatakan sedang rapat organisasi Pers Mahasiswa, dan  memintaku untuk menunggu di kantin karena sebentar lagi akan selesai. Tapi sudah sejam begini ia tidak muncul juga, bosan, mau ngobrol tapi dikantin ini tak ada yang aku kenal, mau ngobrol dengan siapa aku?.

Mungkin lebih baik aku ke perpus saja, lagipula di sana kan pakai AC tentu ruangan perpus pasti lebih sejuk daripada di kantin. Kuharap di perpus tidak terlalu ramai

“hei!, langsung makan yuk, perutku capek menunggu nih, hehe” kata Nayla tiba-tiba sambil duduk didepanku

“astaga, udah bikin aku nunggu satu jam, tiba-tiba datang langsung minta makan dan cengengesan pula” kata Reza sambil mengkerutkan dahi

 “haha, kok kamu nungguin aku sejam aja protes Za, sedangkan kamu jomblo bertahun-tahun kok gak protes” kata Nayla dengan nada mengejek

“wah, makin pedas saja kata-katamu itu, lalu kenapa saat kamu berhadapan dengan Zain, kamu seperti wanita paling pemalu sedunia?”

Saat Reza mengatakan itu, wajah Nayla yang cantik itu langsung cemberut, ia selalu tidak suka saat Reza  menyinggung soal itu

“tuh kan, cemberut, kalau kamu memang suka dengan dia, gih sana sampaikan?, lagian perasaan suka kenapa harus disembunyikan sih” kata Reza dengan nada bercanda

“nggak ah, kata siapa?” kata Nayla cepat

“ya udah jangan cemberut lagi, sekarang kita mau makan atau tidak?” ajak Reza

“iyaaa” jawab Nayla dengan senyum

“terus mau makan dimana, di dalam atau diluar kampus?” tanya Reza

“diluar aja yuk” sahut Nayla

“memangnya kita mau makan apa?” tanya Reza

“sebentar aku keluarin dulu catatanku, oke aku mau pecel ayam, Sate kambing, Ayam Bakar, Gado-gado, Soto Ayam, empal gentong, jus apel, es cappuccino…” Nayla masih terus membaca catatan yang dibuatnya

“sebentar-bentar kamu mau makan sebanyak itu?” Potong Reza dengan respon kaget

“tidak, ini pesanan anak-anak Persma”jawabnya sambil tersenyum lebar

“lah kok mereka jadi ikutan, kan perjanjiannya traktir kamu aja?” protes Reza

“ih bener kan? kamu tetap traktir aku, dan aku pesannya sebanyak itu” ucap Nayla kembali

“astaga, ini mah bukan traktir, tapi kamu lagi malakin aku” sengit Reza

“loh, nggak kok, coba deh dipikir baik-baik?” jawab Nayla meyakinkan Reza

“huft, ya sudahlah, aku nyerah…” sahut Reza dengan nada pasrah

Lalu aku dan Nayla pergi ke depan kampus untuk membeli semua pesanan tersebut. Untung semuanya tersedia di depan kampus jadi kami tidak harus pergi jauh-jauh

“kamu pesan apa Za?" tanya Nayla

"Kayaknya aku ingin makan nasi padang aja" ucap Reza sambil tersenyum

"Oh iya, kita makan di sekretku aja yah?” kata Nayla

“nggak ah, males” jawab Reza

“ayolah, di tempatku lebih sejuk dan nyaman daripada diluar atau dikantin yang penuh sesak dan panas, yah, yah" ucap Nayla dengan berusaha meyakinkan reza

"Okelah, if you insist" ucap Reza

"Hehe, gitu dong" Nayla tersenyum

Di sabtu siang yang terik ini, sepertinya makan nasi padang, menyantap es cendol pasti nikmat, lagipula aku juga kelaparan daritadi. Saat kami sedang menunggu pesanan, Nayla menanyakan mengenai Zain

"Jadi, bagaimana Zain sudah cerita?" tanya Nayla dengan serius

"Nggak, dia bilang besok saja" jawab Reza

"Lalu, dia sekarang sedang dimana?" tanya Nayla kembali

"Tidak tahu, tadi aku bangun dia sudah pergi, saat aku telepon, dia bilang katanya ke kampus" jawab Reza

"Hooo, gitu..." singkat Nayla

Ada guratan kekecawaan yang kutatap sekilas dari wajah Nayla, tapi akupun juga tak bisa menjawabnya, yah lagipula memang si Zain bilang begitu tadi

"Oh iya, proposal mu sudah kelar Nay?" tanya Reza

"Belum, rencananya sih akan ku selesaikan minggu ini, Punyamu bagaimana?" tanya Nayla

"Sudah selesai kemarin, rencananya mau aku berikan ke dosen pembimbing hari ini, tapi kayaknya sih dia tidak datang, soalnya tadi aku chat dia tidak balas" jawab Reza

"Tidak kamu coba telpon Za?" tanya Nayla

"Nggaklah, lagian aku gak buru-buru, yang penting aku udah ngabarin dia kalo proposalku sudah selesai" ucap Reza

Kami berdua mengambil pesanan makanan lalu kembali menuju kampus.

"Hanya orang sepertimu saja yang santai Za" kata Nayla

"Maksudmu Nay?" sahut Reza

"Yah dimana-mana para mahasiswa selalu ingin buru-buru ketemu dosen pembimbing, karena ingin cepat selesai, biar nanti segera seminar proposal, lah kamu malah santai-santai aja" jawab Nayla seperti tidak percaya dengan sikap Reza

"biar saja lah, lagipula dosen pembimbingku juga bilangnya santai saja" jawab Reza

"Yah terserah dirimu lah" ketus Nayla

Lagi-lagi kata “terserah" sepertinya itu sudah jadi kata pamungkas, ntah kenapa semenjak banyak orang menjawab suatu pertanyaan dengan kata itu aku jadi semakin kesal

“ketus banget, gini loh Nay aku jelasin yah, aku juga pengennya buru-buru, tapi dosen pembimbingku bilang begini, penelitian kamu ini tidak perlu dilakukan buru-buru karena analisis nanti tergantung dari data-data yang telah kamu kumpulkan, jika penelitian ini kamu lakukan buru-buru saya khawatir nanti ada data penting yang terlewat, sehingga esensi atau kandungan inti sari dari penelitian ini nantinya akan berkurang, dengan alasan dosenku begitu maka akupun sependapat, sekarang aku lebih nyantai, malahan menurutku dengan seperti ini, nikmatnya dalam mengolah data-data penelitian lebih terasa, karena analisis-analisis yang aku lakukan dari data tersebut dapat aku bedah lebih mendalam dan akurat.” Jelas Reza

Nayla hanya mengangguk dari penjelasan yang kusampaikan, sambil kami mengobrol, kamipun sampai di sekretariat pers mahasiswa

"Waduh, senior kita, balik ke sekret bawa oleh-oleh nih" kata Dian

"Iya dong, nih pesanan kalian sudah aku belikan, komplit tanpa kekurangan" ucap Nayla dengan senyumnya yang manis

"Wah, kita jadi enak nih" sahut Galih setengah bercanda

"Yee, kalian itu terima kasih dulu sana sama Reza, kan dia yang traktir kita" kata Nayla

"Ah, santai saja lagian gara-gara Nayla juga yang asal, kita semua jadi bisa makan enak, oh, iya tumben kalian cuman bertiga, mana yang lain Nay?" tanya Reza

"Masih ada yang kuliah, ada juga yang sudah pulang" jelas Nayla

"Hoo gitu, sebelum lanjut ngobrol, ayo kita makan dulu" ajak Reza

Benar kata Nayla, makan disini memang lebih adem dan nyaman, kami pun segera makan, sambil di selingi obrolan ringan, Galih dan Dianpun juga ikut bergabung dalam obrolan kami, aku kenal Galih dan Dian karena ia juniorku di fakultas.

Saat sedang menikmati daging rendang hapeku bergetar sepertinya ada telepon masuk, dari Zain

"Halo...." sahut Reza

"Kau dimana?" Tanya zain

"Di kampus, kau dimana?" ucap Reza

"Aku sedang bimbingan di daerah Utan Kayu, kau bawa mobilkan?" tanya Zain

"Iya" sahut Reza

"Nanti temui aku di tebet, di kafe jejak-sajak, jam 5 sore" jawab Zain langsung menutup telpon

Nayla langsung bertanya,

"itu Zain?" tanya Nayla dengan serius

"Iya" sahut Reza

"Apa katanya?" tanya Nayla

"Katanya nanti sore temuin dia dikafe jejak-sajak tebet" ucap Reza

"Memangnya mau ngapain?" tanya Nayla dengan rasa penasaran

"Gak tahu, dia aja langsung tutup telponnya" singkat Reza

"Aku ikut" ucap Nayla tegas

"ya, sudah” kata Zain dengan nada setengah mengiyakan, karena dilarangpun, dia pasti akan memaksa untuk ikut pergi

Jam telah menunjukkan pukul 4 sore, aku masih mengobrol dengan Dian dan Galih, tapi Nayla sudah memaksa untuk segera berangkat, katanya biar tidak kena macet, daripada dia ngomel terus, yah akhirnya kamipun berangkat, saat diperjalanan hari sudah mulai gerimis, sejam kemudian kamipun sampai di kafe yang disebutkan oleh Zain. Kami berdua menunggu didalam mobil, hujan mulai deras, aku dan Nayla dikejutkan oleh Zain yang membuka pintu mobil dibelakangku.

"Kau kenapa mengagetkan begitu Zain?" hardik Reza

"Maaf Za" jawab Zain dengan pelan

"Apa yang kita lakukan disini Zain?" Nayla bertanya

"Tunggu dan lihat saja" jawab Zain

Kamipun hanya berdiam di dalam mobil, lalu tak lama ada dua orang yang sedang berjalan menuju kafe, Zain keluar dengan terburu-buru, aku dan Nayla hanya berdiam, lalu Zain berjalan menuju ke dua orang tersebut, setelah beberapa saat kemudian Zain kembali, dan menyuruhku untuk segera pergi

"Apa yang tadi kamu lakukan Zain?" Tanya Nayla

"Aku hanya ingin melihat dengan mata kepalaku sendiri" jawab Zain

"Maksudmu apa sih? Dua orang tadi siapa?" Cecar Nayla

"Yang perempuan dengan jilbab biru tadi adalah tunanganku" Ucap Zain

"Apa?, Tunggu, sejak kapan kau bertunangan? kenapa kau tidak cerita padaku?" sahut Reza seolah tidak percaya dengan ucapan Zain

"aku dijodohkan dari kecil oleh kakekku, maaf jika aku belum cerita Za" jawab Zain

"Lalu tadi apa yang kau berikan padanya?" Tanya Reza

"Aku tadi memberikan cincin yang kemarin aku buang di jalan saat bersama kau Za" jawab Zain

"Memangnya apa yang terjadi?" tanya Reza dengan serius

"Saat kemarin aku di atas kereta, aku mendapatkan chat dari dia, dia meminta untuk membatalkan pertunangan" ucap Zain

"Kenapa begitu?" sahut Reza

"Dia mengatakan kalau tidak pernah mengenalku sama sekali, dan jika mengenal saja belum, bagaimana dia bisa mencintaiku?" Jawab Zain

"Tapi kau kenal dia?" tanya Reza

"Ya" singkat Zain

"Bagaimana bisa, sedangkan dia saja bilang, kalau dia tidak mengenalmu?" Tanya Reza

"Nanti saja kita lanjutkan, aku capek" pinta Zain

Lalu ku lihat dari kaca tengah, Zain telah menutup wajahnya dengan topi kupluknya yang basah, aneh, tak berapa lama akupun bertanya kembali, untuk meminta jawabannya lagi,

"Zain?" tanya Reza

"Ya"jawab Zain dengan menatapku melalui kaca tengah

"Apakah kau mencintai perempuan itu?"tanya Reza

"Dengan seluruh hatiku" ucap Zain

Aku pun tidak bertanya lagi kepada Zain, hari sudah mulai gelap, hujanpun semakin deras dan lebat, kemudian aku melihat ke arah Nayla, ia hanya diam dan melihat ke arah jendela, dan sesekali ku lihat, ia menyeka mata serta pipinya dengan kedua tangannya, pipinya yang putih bersih basah oleh airmatanya.....

Bersambung oleh Rainzs