(Foto : ilustrasi/ sumber gambar : harianindonesia.id)



Sebelum kita berbicara jauh tentang “Liberalisasi Politik Indonesia Jalan Menuju Kejayaan atau Kehancuran”, ada baiknya kita ketahui dahulu tentang liberalisme. Jika bicara tentang gerakan politik liberalisme, sejarahnya bisa kita tarik panjang sampai pada era pencerahan (age of enlightenment) abad 16. Tapi secara umum, gagasan ini bisa dikatakan dirangkum pertama kali oleh John Locke, di mana gagasan utama dari konsep politik liberalisme berfokus pada penghargaan atas “Kebebasan dan Hak Individu”. Dalam hal ini, kebebasan serta hak individu yang dimaksud terus berkembang seiring dengan pergeseran nilai-nilai sosial. Beberapa contoh kebebasan dan hak individu yang diusung oleh konsep politik liberalisme pada umumnya adalah hak untuk berekspresi, hak untuk menyampaikan pendapat, hak memiliki barang pribadi, hak untuk beribadah, hak untuk beragama, hak untuk tidak beragama, hak untuk memiliki keturunan, hak untuk hidup, sampai hak untuk mati (euthanasia). Bagi kaum liberal, kebebasan individu atas hak-hak pribadinya adalah unsur yang terpenting dalam membangun masyarakat yang ideal meskipun hak-hak tersebut ada juga yang bisa dibilang bertentang dengan ajaran agama, akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa kaum liberal tetap pada pendirian mereka.

Pemahaman inti tentang Liberalisasi adalah sebuah ideologi yang mengagungkan kebebasan. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Jadi jelas, bahwa paham liberalisme ini paham yang tidak boleh ditiru atau dijadiakan landasan di negara kita ini.

Apakah yang terjadi dan apakah dengan adanya liberalisme politik di Indonesia, menciptakan kejayaan ataukah sebaliknya menghancurkan Indonesia?

Kita tahu, pancasila adalah ideologi dasar negara Indonesia dan pancasila merupakan rumusan serta pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, saya rasa paham liberal atau liberalisme tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia karena tidak sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila yang telah dianut oleh bangsa Indonesia. Tidak menutup kemungkinan, akan terjadi peperangan dalam negeri ini jika liberalisme politik ditegakan di negara kita ini. Liberalisme politik bukanlah satu-satunya jalan menuju kejayaan bangsa Indonesia melainkan jalan menuju kehancuran—karena apabila ditegakan, kebebasan berpolitk dari kaum kapitalisme sangat membabi buta karena tidak ada yang melarang atau tidak ada aturan. Selain itu, paham liberalisme tidak sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila yang telah dianut oleh bangsa Indonesia.

Terkait dengan aspek di bidang agama, dapat kita lihat pada sila pertama dalam pancasila yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa” di mana maksud dari bunyi sila tersebut adalah bangsa Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan dengan diakuinya lima agama di Indonesia, sehingga setiap individu di Indonesia diberi kebebasan untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan mereka masing-masing. Dalam negara liberal, kehidupan beragama diatur secara bebas sehingga muncul sekelompok orang yang atheis (tidak mempercayai keberadaan Tuhan dan penolakan terhadap agama). Hal tersebut tentunya bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama, di mana bangsa Indonesia mengakui adanya nilai-nilai ketuhanan.

 Liberalisme dalam aspek ekonomi menjelaskan bahwa perekonomian adalah bidang yang harus dikembangkan sesuai dengan kodrat manusia yang bebas, sehingga perekonomian memang seharusnya berdasar prinsip pasar bebas (free market). Artinya semua hubungan ekonomi tercipta oleh pasar bebas, campur tangan dari pihak penguasa tidak dibenarkan. Bisa diartikan bahwa pada aspek ekonomi biarkan oleh individu, kelompok atau suatu masyarakat mengatur segala hal untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, tanpa campur tangan pemerintah. Termasuk tidak diperbolehkan untuk menentukan harga pasar.

Pemerintah ikut campur sesedikit mungkin, serta membiarkan swasta dan masyarakat yang menentukan. Jika pihak swasta sudah memasuki area ekonomi maka kita bisa lihat dampaknya pada era sekarang ini, semua lini dikuasai oleh pihak swasta sedangkan pemerintah dan masyarakatnya dirugikan. Terjadinya pasar bebas, dimaksudkan agar setiap individu bebas bersaing dalam kapital (kepemilikan uang dan barang) serta harga (kemampuan mengidentifikasi jual-beli) dipasaran untuk memperebutkan monopoli kekuasaan dan dominasi.

Dalam politik, liberalisme menetang adanya kekuasaan yang otoriter. Dengan kata lain ideologi liberal ini dapat diwujudkan dalam sistem demokrasi karena sama-sama memberikan kebebasan pada individu. Dalam aspek politik ini liberalisme agaknya cocok diterapkan pada Indonesia di mana individu nya diberikan kebebasan sehingga masyarakat dapat menyatakan pendapat dan aspirasi mereka namun tetap dengan mekanisme pertanggungjawaban.

Namun di sisi lain, pada negara-negara yang menganut paham liberal biasanya melakukan pengambilan keputusan melalui sistem Voting (cara pengambilan keputusan berdasarkan jumlah mayoritas suara pemilih). Voting merupakan salah satu ciri dari negara demokrasi liberal di mana dalam pengambilan keputusan setiap satu orang memiliki suara “one man one vote”. Dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia yang menganut ideologi Pancasila, voting tidak menjadi cerminan dari sila ke-4 pancasila. Sila ke-4 yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” di mana maksud yang terkandung dalam sila ke-4 tersebut adalah menghendaki hadirnya musyawarah dan mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. Jadi, dalam aspek politik paham liberal tidak sepenuhnya sesuai untuk diterapkan di Indonesia.

Selain itu, paham liberal dalam bidang sosial dan budaya cenderung lebih mengedepankan nilai-nilai kebebasan ketimbang nilai dan norma. Kebebasan masyarakat di negara liberal dapat kita lihat semisal dari cara berpakaian, gaya hidup (lifestyle), sikap individualistis, bahkan di negara liberal umpamanya seperti di negara Belanda kebebasan untuk menikah dengan sesama jenis pun telah dilegalkan. Hal tersebut justru berbanding terbalik dengan kultur budaya Indonesia yang berpatokan dengan budaya-budaya ketimuran. Di Indonesia, nilai dan norma dipegang teguh. Moral serta perilaku merupakan hal pokok utama yang mempengaruhi diri seseorang untuk bertindak dan berproses dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Di mana semuanya diatur oleh tatanan norma dan kaidah nilai baik melalui tertulis ataupun lisan.

Pada dasarnya paham liberal atau liberalisme ini memiliki segi positif dan negatif. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan saya di atas, liberalisme tidak cocok diterapkan secara menyeluruh di Indonesia. Bagaimanapun nilai-nilai kebebasan harus tetap dibatasi sehingga kebebasan tersebut tidak bersinggungan dengan hak-hak yang dimiliki orang lain sehingga dapat tercipta dan terwujud suatu kerukunan dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, paham liberal juga memiliki beberapa kelemahan jika diterapkan di Indonesia, yakni masih banyaknya masyarakat yang hidup dalam kemiskinan yang kurang perhatian.

Sedangkan yang diutamakan dalam liberalisme salah satunya adalah dalam hal kompetisi, sehingga mereka yang miskin tersebut dianggap miskin karena mereka malas. Sedangkan dalam UUD 1945 tercantum salah satu tujuan negara yaitu mensejahterakan atau dengan kata lain membantu orang-orang terlantar dan tidak mampu untuk hidup berkecukupan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi, kesimpulan dari tulisan ini adalah penerapan liberalisme pada dasarnya tidak cocok atau tidak ideal diterapkan di indonesia secara keseluruhan.

Ideologi yang ideal untuk diterapkan bagi bangsa Indonesia adalah pancasila karena pancasila merupakan dasar negara Indonesia, selain itu pancasila mempunyai makna dan peran penting dalam berdirinya negara Indonesia. Pancasila merupakan identitas bangsa Indonesia yang bisa diartikan pula sebagai kepribadian bangsa. Kepribadian bangsa Indonesia sendiri dijabarkan sebagai sifat – sifat atau ciri – ciri khusus yang dimiliki dan merupakan watak bangsa Indonesia. Ciri – ciri ini yang membedakan antara bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Oleh karena unsur – unsur pancasila telah dimiliki oleh bangsa Indonesia dan terdapat di dalam diri juga kebudayaan bangsa Indonesia, maka kepribadian bangsa Indonesia tidak lain adalah kepribadian pancasila, bukan kepribadian liberal.

Pada zaman sekarangpun tidak dapat dipungkiri bahwa ada banyak pihak yang ingin ataupun menciptakan lagi liberalisme di negara Indonesia kita ini dan hal ini merupakan tuntutan dari orang atau pihak tertentu yang mau hidup bebas dan tanpa ada aturan bahkan, paham ini bisa dibawa ke dalam ranah agama dan banyak yang menentang hukum dengan berdasarkan dalil agama. Seperti pada contoh sekarang ini di masa pandemi COVID-19, pemerintah sudah menegaskan atau melarang melakukan ibadah di rumah-rumah ibadah dalam arti bukan melarang untuk beribadah kepada Tuhannya melainkan menimbulkan keramaian dari efek beribadah tersebut, tetapi dalam hal ini ada kaum atau pihak tertentu yang merasa kebebasannya dibatasi padahal ini demi kebaikan bersama, tetapi kaum yang menamai dirinya liberalisme merasa sangat dibatasi ruang geraknya dengan adanya aturan dari pemerintah tersebut, bahkan karena diberlakukannya ibadah di rumah saja ada pihak tertentu yang merasa keberatan dengan kebijakan pemerintah.

Namun, tak sedikit yang tetap melawan aturan pemerintah dengan berdalil bahwa "kenapa hak hidup saya di batasi (hak beribadah kepada Tuhannya)", alhasilnya banyak terjadi adu mulut antara pihak tersebut dengan pemerintah . Sukarno pernah berkata “perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tetapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan saudara sendiri,” itulah yang pernah dikatakan Sukarno, presiden pertama Republik Indonesia. Jadi jelas tidak bisa dipungkiri bahwa apabila liberalisme di tegakan di negara kita ini akan terjadi peperangan di dalam negara kita ini. Oleh karena itu, paham liberalisme lebih lanjut akan menjadi dasar bagi tumbuhnya kapitalisme.



Penulis : Aleksius Sandra, mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Bung Karno

Editor : Chaerul Anwar