(Foto: konsolidasi sedang berlangsung/Mike)

Marhaen, Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) bersama beberapa kampus yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Jakarta melaksanakan konsolidasi terbuka terkait Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) Cipta Kerja di Gedung Fakultas Hukum, Universitas Bung Karno (UBK). Jumat, (10/03/2023).

Konsolidasi terjadi atas ketepatan momen yang mendekati sidang paripurna Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 14 Maret, yang dihadiri oleh berbagai kampus seperti Presiden Mahasiswa Universitas Indraprasta (Unindra), Bangsa Mahasiswa, BEM Universitas Budi Luhur (UBL), BEM Teknik UBK, BEM Indonesia Banking School (IBS),Universitas Pamulang (Unpam) dan BEM Tanri Abeng University (TAU).

Buntut dari konsolidasi diadakan karena pemerintah mengeluarkan Perppu Cipta Kerja (sepihak) dan secara inkonstitusional terbukti tidak sah serta penolakan oleh berbagai elemen masyarakat menggebu akan ketidaksesuaian peraturan tersebut dengan hak-hak buruh yang dinilai hanya duplikasi dari Omnibus Law Cipta Kerja.

"Perppu cipta kerja ini adalah satu duplikasi dari omnibus law yang sempat ditolak, MK juga telah memutuskan bahwa omnibus law itu merupakan satu regulasi yang inkonstitusional bersyarat sehingga ini adalah bentuk kekecewaan kami Jadi dorongan aksi tersebut sebagai sikap politik bahwasannya mahasiswa, buruh dan petani menolak keras regulasi tersebut," ucap Betrand sebagai Ketua BEM FH UBK.

Poin penting yang dibahas saat konsolidasi yaitu menolak penerbitan di sidang paripurna mengakumulasi (mengumpulkan) sektor buruh yang berbicara ketenagakerjaan maupun sektor mahasiswa yang berbicara tentang komersialisasi dan dijadikan sebagai bahan komoditi bahwa perppu cipta kerja merupakan produk yang bertujuan untuk mempermulus (memperlancar) investasi. Masalah kemiskinan, pendidikan, konflik agraria masih menjadi masalah yang substansial wajib diselesaikan.

Perppu cipta kerja dinilai bukan solusi untuk mengentaskan kemiskinan dengan menargetkan penyerapan tenaga kerja. Perpu juga belum bisa mengakomodir kepentingan buruh  PP 34,35, 36. TH 2020 dalam klaster ketenagakerjaan (pengupahan) batas kenaikan ditentukan hanya sampai 1,89% yang tentunya akan memberatkan rakyat seiring dengan kenaikan harga bahan pokok dengan upah buruh yang terlalu rendah (tidak mencukupi) selain itu dalam konsolidasi tersebut mereka memfokuskan ke arah gerakan dalam artian memobilisasi massa dengan cara mengajak mahasiswa dan masyarakat.

Dalam pemaparan tersebut, tidak hanya fokus pada Perppu saja tapi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang sempat mereka tolak kemarin. Andaikata Perppu ini tidak disahkan, bukan suatu kemenangan tetapi akan terus diawasi bila ada siasat lain dan tentunya membutuhkan satu kekuatan untuk proses pengawasan dari masyarakat serta mahasiswa untuk mengkoordinasi setiap kumulatif pergerakan.

"Kita hari ini berusaha memasifkan konsolidasi dan massa agar mampu mendorong kebijakan ini agar dibatalkan serta mengawali terus bila ada siasat lain yang dilakukan pemerintah dan di waktu yang mepet ini kami berusaha menyadarkan mahasiswa melalui undang undang yang bermasalah serta bacaan melalui media, pamflet dan selebaran selebaran lainnya, dalam beberapa hari ke depan, kami akan melakukan konsolidasi lagi dengan mengkoordinasi dengan BEM lainnya untuk membahas lagi gerakan massa agar lebih masif lagi," tutur Betrand.

Sebelum melakukan konsolidasi terbuka, BEM FH juga telah melakukan diskusi internal  dengan mahasiswa dan membangkitkan kembali semangat mahasiswa juga sudah coba melakukan diskusi dengan mengatasnamakan Mahasiswa UBK serta mengundang BEM lainnya namun hanya beberapa saja yang menanggapi undangan tersebut.  

"Kemarin, kami sudah melakukan diskusi dengan mengatasnamakan mahasiswa UBK, kami juga mengundang BEM lainnya hanya saja yang datang cuman dua saja yaitu BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan BEM Teknik. Nah, dari diskusi itu BEM FH coba mendorong melalui konsolidasi," tutupnya.



Penulis : Michael Gono Ate

Editor : Devi Oktaviana