(Foto: Rohana Kudus/news24.co.id)

Marhaen, Jakarta -  Siti Rohana atau Rohana Kudus, seorang jurnalis wanita yang memperjuangkan kesetaraan dan kebebasan perempuan lewat tulisan dan menjadi guru bagi kaum perempuan agar tidak dipandang rendah oleh lelaki. Ia juga turut serta menyumbangkan ide dan tenaganya dalam pergerakan politik Indonesia.

Rohana lahir di Koto Gadang, Kabupaten Agam Sumatera Barat, 20 Desember 1884. Ayahnya, Moehammad Rasjad Maharadja Sutan seorang Kepala Jaksa di pemerintah Hindia Belanda, sedangkan ibunya bernama Kiam. Sejak kecil ia sudah gemar membaca, hal tersebut dikarenakan tumbuh dalam keluarga yang melek literasi. Walaupun tidak mendapatkan pendidikan formal, ia tetap menunjukkan rasa cintanya kepada literasi yang diperlihatkan melalui kebiasaannya yang selalu membaca dari berbagai sumber.

Ia adalah salah satu dari sekian banyak wanita yang percaya bahwa diskriminasi yang diterima oleh kaum perempuan adalah tindakan yang harus dilawan. Dengan keberanian, kecerdasan, serta pengorbanan perjuangannya, Rohana melawan untuk mencari keadilan yang akan merubah nasib bagi kaum perempuan.

Perintis “Soenting Melajoe”

(Foto: surat kabar Soenting Melajoe/wikipedia.org)

Rohana mendirikan surat kabar Soenting Melajoe pada 10 Juli 1912, kata “Soenting” berarti perempuan dan “Melajoe” sebagai perwakilan wilayah mereka, dengan tujuan adanya keinginan kuat untuk menyebarkan cerita perjuangan pendidikan kaum perempuan di daerahnya. Tercatat dalam sejarah sebagai surat kabar perempuan pertama di Indonesia, memiliki pemimpin redaksi, redaktur, hingga semua penulisnya adalah perempuan.

Pada 10 Juli 1912, Soenting Melajoe menerbitkan tulisan pertama sepanjang 4 halaman dengan biaya 1.80 gulden per tahun atau 0.45 gulden per tiga bulan. Tak hanya Minangkabau dan Sumatera, Soenting Melajoe juga menjangkau Malaka dan Singapura dengan biaya 2.60 gulden per tahun.

Rohana banyak menulis kritikan pergundikan yang dilakukan oleh Belanda serta ajakan dan seruan kepada kaum perempuan untuk lebih maju. Namun, surat kabar Soenting Melajoe juga memuat berbagai macam informasi pendidikan, pengetahuan, politik dan yang tak kalah penting pada surat kabar tersebut juga memuat tentang wacana nasionalisme.

Menggerakkan Politik dengan Tulisan

(Foto: Sekolah Keradjinan Amai Setia/historia.id)

Rohana membakar semangat juang para pemuda dengan tulisannya, saat Belanda meningkatkan tekanan dan serangan terhadap kaum pribumi. Ia juga sebagai pelopor berdirinya badan sosial dan dapur umum untuk membantu para gerilyawan, serta pencetus ide penyelundupan senjata dari Koto Gadang ke Bukittinggi melalui Ngarai Sianok melalui kereta api yang disembunyikan dalam sayuran dan buah-buahan untuk dibawa ke Payakumbuh. 

Ia menghabiskan masa hidup untuk menulis dan mengajar di Sekolah Keradjinan Amai Setia, yang didirikannya, demi mengubah pandangan terhadap kaum perempuan. Emansipasinya tidak menuntut persamaan hak dengan lelaki namun lebih kepada bagaimana perempuan sejati dapat berfungsi dengan sebagaimana mestinya yang tentu memerlukan ilmu pengetahuan. 

Pada 17 Agustus 1972, Rohana Kudus meninggal dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak. Rohana dinobatkan sebagai pahlawan nasional pada tahun 2019 oleh Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden No. 120/TK/2019, dan mendapat penghargaan sebagai Perintis Pers Indonesia pada tahun 1987 serta Bintang Jasa Utama tahun 2007. 



Penulis : Salsabila Ananda Nurhaliza

Editor : Bintang Prakasa