(Foto: ilustrasi tolak aborsi/detik.com)

Aborsi adalah suatu hal yang dilakukan untuk menghilangkan janin bayi dalam kandungan, hal tersebut dilakukan oleh seseorang dengan alasan yang bermacam-macam. Di Indonesia sendiri praktik ini menuai pro dan kontra dari masyarakat. Padahal, hukum yang berlaku sudah dengan jelas melarang adanya perbuatan tersebut, tetapi masih banyak yang menutup mata dengan aturan ini.

Masyarakat sendiri memandang aborsi sebagai suatu yang melanggar norma dan etika apalagi dengan penduduk yang memiliki mayoritas sebagai umat beragama yang dalam keyakinan mereka juga aborsi merupakan sesuatu yang sangat dilarang. Karena aborsi bisa mengakibatkan suatu kondisi yang bahkan mengancam nyawa sang ibu sendiri.

Berdasarkan Survei Demografis dan Kesehatan Indonesia tahun 2012, hanya 31,2% laki-laki dan 35,3% perempuan yang mengetahui bahwa kehamilan bisa terjadi dengan hanya satu kali berhubungan seksual. 

Dalam beberapa kasus seperti kehamilan yang tidak diinginkan akan membuat seseorang nekat untuk melakukan aborsi ilegal dengan tidak adanya edukasi dan pengawasan dari dokter yang tentu saja memiliki akibat yang lebih fatal seperti pendarahan, kanker, infeksi pada rahim, bahkan kematian ibu dari janin tersebut.

Menurut World Health Organization (WHO) angka aborsi yang terjadi di Indonesia diperkirakan mencapai 22 kasus dari 1.000 perempuan usia 15-49 tahun, sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016 menunjukan adanya 69,4 juta perempuan usia 15-49 tahun dan jika kita menggunakan basis dari data ini ada sekitar 1.526.800 perempuan yang melakukan aborsi secara ilegal.

Selain efek samping kesehatan, perbuatan tersebut juga bisa menyebabkan efek samping psikologi di mana perempuan tersebut akan dihantui rasa bersalah hingga trauma karena perbuatan yang dilakukannya dan tingkat kematian akibat praktik aborsi juga tidak boleh diremehkan. Menurut data Kementerian Kesehatan, angka kematian ibu mencapai 183 per 100.000 kelahiran dan diperkirakan 11% nya berasal dari aborsi ilegal.

Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 75 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi. Tindakan tersebut bisa dianggap sebagai salah satu tindakan pembunuhan. Disebutkan juga dalam pasal 194 Undang-Undang Kesehatan, bahwa setiap orang yang melakukan aborsi bisa di pidana penjara dengan maksimal 10 tahun dan denda maksimal sebesar 100 milyar rupiah. Maka dari itu, dengan ini sudah sangat jelas bahwa aborsi sangat dilarang untuk dilakukan di Indonesia.

Meskipun tidak semua kasus kehamilan tidak diinginkan memilih melakukan aborsi, ada kemungkinan bayi tersebut tetap tidak bisa diterima oleh sang ibu maupun keluarga sehingga banyak bayi dibuang sesaat setelah ia dilahirkan. Sudah sangat jelas ini adalah yang tidak dapat dibenarkan serta sekaligus melanggar Hak Asasi Manusia.

Kita sebagai manusia memiliki hati dan perasaan, maka tidak seharusnya memikirkan untuk melakukan aborsi. Jika tidak adanya keinginan untuk hamil maka dari awal tidak perlu melakukan hubungan badan dengan seseorang siapapun, apalagi jika belum menikah atau mempunyai ekonomi yang memadai. Ada cara lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi hormon yang sedang naik, jadi hubungan badan bukanlah satu-satunya solusi untuk mendapatkan kenikmatan dan kepuasan hormon seksual.

Sesuatu yang sudah terjadi tidak dapat diulang kembali dan penyesalan selalu datang pada saat terakhir. Ketika hanya mencari kenikmatan tanpa memikirkan akibat dari perbuatan yang dilakukan sebaiknya dari awal tidak usah memulai atau berhentilah sebelum terlambat. Mirisnya, dalam hal ini perempuanlah yang dirugikan karena mereka yang mengandung dan melahirkan. Seorang perempuan yang melahirkan dengan keadaan normal saja sudah bertaruh dengan nyawa, apalagi ketika aborsi itu dilakukan.

Untuk mengatasi rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan reproduksi ialah dengan adanya edukasi seks dengan kolaborasi antara pihak medis dengan masyarakat dan disediakannya fasilitas konseling mengenai kesehatan reproduksi dengan harapan bisa menjadi salah satu pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan. 

Jika sosialisasi dilakukan di lingkungan pendidikan, bisa menggunakan metode yang mudah dipahami agar siswa tidak kesulitan dalam memahaminya terutama dalam kalangan remaja edukasi mengenai alat kontrasepsi juga bisa dilakukan. Ini semua tidak lepas dari peran serta orang tua dan keluarga sebagai lingkungan terdekat untuk mengajarkan dan mengawasi sang anak untuk mencegah segala hal yang tidak diinginkan.




Penulis : Salsabila Ananda Nurhaliza

Editor : Bintang Prakasa