(Foto: sedang berlangsungnya aksi/Rizki)

Marhaen, Jakarta - Komite Aksi Nasional Pemuda Mahasiswa Indonesia (KANPMI) menggelar aksi di depan Gedung Direktorat Jenderal Pendidikan Mendikbud Ristek, Jakarta dengan seruan “Pendidikan Gratis & Pekerjaan Layak Sekarang Juga!”. Senin (20/11/2023). 

Pendidikan yang merata dan mudah diakses kini menjadi barang mewah dikarenakan biaya yang terus meningkat sehingga sulit memenuhi kebutuhan masyarakat atas pendidikan gratis. Kondisi ini juga sejalan dengan tingkat inflasi yang terus meninggi. Total kenaikan biaya pendidikan menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) menyumbang biaya sebesar 14-15% pertahun dalam biaya hidup. 

“Yang sekarang kita tahu juga bahwasanya di pelosok desa sana, banyak masyarakat yang kesulitan untuk mengenyam pendidikan. Seakan-akan pendidikan ini menara gading di tengah derita si miskin, artinya pendidikan hanya dinikmati oleh sejumlah orang atau bahkan oleh orang-orang yang mempunyai akses untuk bisa meraih pendidikan maka dari itu, karena konstitusi kita mengatakan mencerdaskan generasi bangsa merupakan amanah yang itu harus kita laksanakan,” ujar Alvin selaku massa aksi dari Sekolah Mahasiswa Progresif. 

Alvin menambahkan bahwa kondisi pendidikan akhir-akhir ini mengkhawatirkan, terjadi ketimpangan antara pemasukan dan biaya pendidikan. Dari data yang diberikan Alvin, pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat untuk mengakses pendidikan sangat tidak dapat diharapkan, dan menjadi bukti pendidikan hanyalah industri semata serta mahasiswa sebagai customer yang selalu diperas.

“Meroketnya biaya pendidikan, tentunya tidak sebanding dengan pendapatan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Data dari Big Alpha melansir kenaikan pendapatan orang Indonesia pertahunnya hanya sebesar 2,7% itu lulusan SMA dan 3,8% untuk lulusan Sarjana, sangat jauh sekali dari kenaikan biaya pendidikan pertahunnya. Nah, kondisi di atas telah memaksa 600 ribu mahasiswa mengundurkan diri dari perguruan tinggi sepanjang tahun 2020 hingga 2022,” tambah Alvin. 

Menurut Bella, selaku perangkat aksi yang merupakan bagian dari Sekolah Mahasiswa Progresif menyatakan bahwa pendidikan gratis tidaklah mustahil, melihat bagaimana pendidikan gratis dapat ditempuh melalui berbagai sumber pemasukan, paling besar berada di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang memungkinkan untuk dialokasikan terhadap pendidikan gratis. 

“Waktu kita hitung-hitungan ternyata kita bisa loh, pendidikan gratis itu diwujudkan lewat APBN dan pajak kekayaan serta anggaran-anggaran IKN yang menurut kita itu tidak perlu, tapi sebenarnya untuk pendidikan itu penting serta kita ingin tolak RUU Sisdiknas, wujudkan pendidikan yang demokratis ilmiah dan berpihak kepada rakyat,” katanya. 

Selaras dengan Bella, Alvin menerangkan bahwa pendidikan gratis selama ini hanya dapat diakses melalui kebijakan pemerintah yang mengatasnamakan kepentingan rakyat. Namun, nyatanya sumber pendanaan APBN untuk pendidikan gratis belum sampai tahap realisasi yang dibuktikan oleh  bentuk kebijakan tersebut berupa beasiswa saja. Pemerintah seharusnya dapat berperan aktif dalam membiayai pendidikan, terutama total anggaran mencukupi alokasi tersebut. 

“Kalau kita berbicara pendidikan gratis memungkinkan atau tidak, senada dengan yang Bella sebutkan bahwa pendidikan itu bisa gratis, memungkinkan. Karena kalau dilihat anggaran 20%, itu anggaran khusus pendidikan, jika kita kalkulasi dari jumlah mahasiswa, 10 juta mahasiswa di tingkat Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) bisa diselesaikan, misal kita ambil angka mediannya (angka tengah dari yang tertinggi dan terendah) 10 juta per mahasiswa dengan harga mediannya 14,8 juta kalau dikalkulasi itu 150 triliun. Harga 150 triliun itu 17,5% dari anggaran APBN, total keseluruhan anggaran APBN adalah 660 triliun. Jadi ini sangat memungkinkan,” terang Alvin. 

Alvin mengharapkan pendidikan gratis dapat dinikmati oleh generasi muda, dirinya bersama masyarakat dalam segala lapis golongan bersama-sama menyuarakan pendidikan gratis untuk menyadarkan pendidikan tersebut memungkinkan diberikan pemerintah ataupun secara praktis difasilitasi dan dibangun secara baik. 

“Kalau dari saya pribadi, opini saya. Kita sadarkan bahwasanya pendidikan ini harusnya bisa dinikmati oleh 250 juta masyarakat yang ada di Indonesia ataupun yang 60%-nya dikuasai oleh umur 16 sampai 25 tahun harus benar-benar dialokasikan dananya. Oleh karena itu, pemerintah (seharusnya) bisa memfasilitasi pendidikan bagi generasi muda. Nah, langkah-langkahnya adalah sadarkan diri kita bahwa pendidikan bisa gratis,” tutup Alvin.



Penulis: Muhammad Rizki

Editor: Na'ilah Panrita Hartono