(Foto : Kondisi Raja Ampat Terkini/Greenpeace) 

Marhaen, Jakarta – Raja Ampat kembali menjadi sorotan kali ini bukan karena keindahannya, tetapi karena aktivitas pertambangan nikel di sekitar wilayah yang membuat kerusakan.

Raja Ampat menyimpan batuan tertua di negeri ini yang berasal dari 443,8-358,9 juta tahun lalu pada era Silur-Devon hampir sepersepuluh usia bumi selain itu terdapat sekitar 70% spesies karang, 1.500 spesies ikan, 699 jenis moluska, 5 jenis penyu dan 16 jenis mamalia laut. United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) juga telah menetapkan kawasan Raja Ampat sebagai global geopark.

Karena keanekaragaman Raja Ampat dikenal dengan julukan “Surga Terakhir di Bumi” yang membuat daya tarik wisatawan, namun kini Raja Ampat terancam karena adanya ekspansi tambang nikel di sejumlah pulau kecil diantaranya pulau Gag, Pulau Kawe dan Pulau Kanuran.

“Nikel bukanlah masa depan, nikel malah menghancurkan dan ini adalah sebuah ironi dimana nikel digadangkan sebagai sebuah solusi terhadap energi bersih yang lebih baik tapi ternyata di banyak tempat yang memiliki potensi nikel kerusakan lingkungan terjadi dan itu menyebabkan tingginya emisi karbon berikutnya,” ujar Iqbal Damanik Juru Kampanye Greenpeace Indonesia melalui kanal Instagram @greenpeaceid pada Rabu, (04/06/2025).

Termuat dalam undang-undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil yang melarang kegiatan tambang di pulau kecil, ironisnya tetap terjadi eksploitasi tambang di kawasan tersebut. Karena eksploitasi nikel di ketiga pulau tersebut menghabiskan 500 hektare hutan.

Mengutip Mongabay.co.id, Torianus Kalami Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sorong Malamoi mengatakan pemerintah berfikiran sempit tidak mempertimbangkan dampak panjang, nikel akan habis setelah itu hanya tersisa kerusakan yang tak pernah pulih.

“Sudah dinobatkan sebagai geopark dunia lalu ada (tambang) nikel, kacau Negara ini,” ujar Kalami Minggu, (08/06/2025).

Selain itu ramai di media sosial tagar #SaveRajaAmpat mereka membandingkan dan merasa miris dengan keadaan Raja Ampat yang sekarang. Karena banyak nya kritikan publik membuat pemerintah cabut izin usaha pertambangan pada Selasa, (10/06/2024). 

Tidak berbeda jauh dengan Raja Ampat, Halmahera juga mengalami eksploitasi tambang nikel yang menyebabkan deforestasi meluas di Halmahera yang memicu bencana longsor dan banjir serta warga kesulitan mengakses air bersih karena sumber tercemar.

Lalu pulau Obi merasakan dampak industri nikel yaitu tanaman perkebunan lenyap, sumber air tercemar, udara penuh debu dan polusi, air laut keruh kecoklatan bahkan ikan tercemar logam berat. Jika dilihat dari kejadian Raja Ampat di mana pemerintah baru merespon ketika viralnya tagar di media sosial lalu mencabut izin usaha pertambangan (IUP) keputusan ini dianggap sebagai kemenangan rakyat. Akan tetapi, karena masih adanya wilayah yang tereksploitasi membuat kekhawatiran kepada pemerintah dalam mencabut izin usaha (IUP) hanya untuk menenangkan gejolak publik sesaat.




Penulis : Anisa Tri Larasety

Editor : M. Zacki P. Nasution