Judul : Tuhan Izinkan Aku Berdosa
Sutradara : Hanung Bramantyo
Produser : Raam Punjabi
Skenario : Irfan Ismail, Hanung Bramantyo
Penulis Cerita : Muhidin Dahlan (Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur)
Genre : Drama Religi
Produksi : MPV Pictures, Dapur Film
Tahun Rilis : 2023
Durasi : 117 menit
Film ini diadaptasi dari kisah nyata dalam buku Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur. Ceritanya berpusat pada seorang muslimah bernama Kiran, mahasiswi di Yogyakarta. Ia dikenal taat beribadah, rajin dalam mengikuti kajian, dan gemar berdiskusi soal isu-isu yang dianggap menyimpang dari syariat Islam. Kiran digambarkan sebagai representasi muslimah ideal yang patuh pada perintah agama.
Film dibuka dengan adegan seorang perempuan mengambang di atas air, disertai kalimat “Aku mencintaimu dalam diam, ya Allah.” Lalu berlanjut menampilkan sekelompok muslimah berjalan di koridor dengan pakaian syar’i untuk menghadiri kajian. Dari awal, film ini sudah memunculkan kontras antara idealisme religius dengan kenyataan pahit yang dialami tokoh utamanya.
Konflik mulai muncul ketika Kiran kesulitan melanjutkan kuliah karena masalah biaya. Abu Darda, seorang pemuka agama, berencana menikahinya karena kagum pada kecerdasan dan paras cantiknya. Namun, sebelum pernikahan terjadi, Kiran justru difitnah memojokkan Abu Darda. Murid-muridnya mengejar Kiran demi menjaga citra sang guru. Padahal, Kiran hanya menyuarakan kebenaran. Tetapi siapa yang mau mendengar suaranya? Abu Darda yang memiliki reputasi alim tentu lebih dipercaya, meski ia menutupi kebohongan dengan topeng kesalehan.
Dalam pelariannya, Kiran menemukan kenyataan pahit bahwa orang yang dianggap suci justru bisa paling biadab. Ironisnya, sosok yang dianggap pendosa, seperti Mbak Ami (seorang pekerja seks komersial) justru menjadi penolong yang membuat Kiran bertahan. Ia sadar bahwa kebaikan tidak selalu datang dari orang yang tampak baik, begitu juga sebaliknya.
Karena kekecewaan yang terus-menerus diterimanya, Kiran akhirnya berubah cukup jauh. Sosok yang sebelumnya dikenal sebagai pribadi taat, rajin mengikuti kajian, dan dianggap representasi muslimah ideal, perlahan bergeser menjadi figur “pendosa” sebagaimana label yang sering dilontarkan orang lain kepadanya. Perubahan ini bukan terjadi begitu saja, melainkan hasil dari luka, pengkhianatan, dan rasa kecewa mendalam terhadap orang-orang yang selama ini ia anggap sebagai panutan.
Dalam masa keterpurukannya, Kiran justru bertemu dengan Tomo, dosen yang sekaligus berperan sebagai muncikari. Alih-alih semakin tenggelam, pertemuan ini membuka jalan baru bagi Kiran untuk melampiaskan amarah sekaligus membuktikan sesuatu. Ia kini memiliki tujuan hidup yang baru.
Kiran meminta kepada Tomo agar diberikan klien yang dikenal memiliki citra alim, orang-orang yang di mata masyarakat diagungkan karena kesalehan dan penampilan religiusnya. Tujuannya jelas: ia ingin menunjukkan bahwa di balik branding kesalehan itu, mereka menyimpan nafsu, kerakusan, dan sifat biadab yang jauh dari nilai agama yang mereka banggakan.
Melalui jalan ini, Kiran seperti melakukan perlawanan. Ia tak lagi sekadar menjadi korban fitnah dan penghakiman, tetapi berubah menjadi seseorang yang berusaha membongkar kemunafikan. Dalam dirinya tumbuh tekad untuk memperlihatkan kepada dunia betapa rapuhnya topeng yang dipakai oleh orang-orang berpengaruh, betapa citra sempurna yang mereka jual hanya ilusi untuk menutupi kebusukan hati.
Film ini menurut saya menarik karena persoalannya dekat dengan kehidupan nyata. Konflik sosial, politik, dan agama yang ditampilkan membuat cerita terasa hidup, sekaligus mengingatkan kita bahwa manusia tidak bisa dinilai hanya dari luarnya saja. Kadang, orang yang dicap pendosa justru lebih tulus dibanding mereka yang terlihat alim.
Meski begitu, ada beberapa kekurangan yang saya rasakan. Alur cerita yang maju-mundur sedikit membingungkan dan latar belakang tokoh hanya digambarkan seadanya, seperti dipaksakan oleh durasi. Namun, kekurangan ini tidak terlalu mengganggu karena pesan besar film tetap tersampaikan dengan kuat. Secara keseluruhan, film ini mampu membuka mata penonton tentang wajah ganda manusia dan layak untuk ditonton.
Penulis: Dinda Aulia
Editor: Reysa Aura P.
0 Comments