(Foto: Sedang Berlangsungnya Konferensi Pers/Anisa)

Marhaen, Jakarta - Gerakan Muda Lawan Kriminalisasi bersama keluarga korban aksi Agustus 2025 menggelar Konferensi Pers di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta Pusat. Senin (22/12/2025).

Mereka menuntut agar segala bentuk kekerasan dan intimidasi aparat terhadap tahanan politik Jakarta Utara segera dihentikan. Selain itu, mereka juga mendesak pembebasan tahanan politik yang hingga kini masih ditahan.

“Hentikan kekerasan dan intimidasi aparat terhadap tahanan politik Jakarta Utara dan segera bebaskan seluruh tahanan politik,” tegas mereka dalam pernyataan bersama.

Keluarga korban mengungkapkan adanya bukti kuat bahwa proses hukum menunjukkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Mereka menyebut dugaan penyiksaan fisik, tekanan psikologis, serta pemaksaan pengakuan selama proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP). 

"Ada yang menjadi cacat permanen kakinya, ada pula yang hadir dalam persidangan harus menggunakan tongkat. Bahkan, luka-luka permanen di wajah seperti yang dilihat di foto. Ada juga yang diinjak, dipukulin, termasuk saya sendiri dipukul ketika hendak mencari keluarga," ujar salah satu keluarga korban.

Tindakan tersebut dinilai melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Perkapolri) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian, yang secara tegas melarang penggunaan penyiksaan, tekanan fisik, maupun psikologis dalam setiap proses penegakan hukum.

Selain itu, keluarga mengaku dilarang menjenguk tahanan selama lebih dari tiga pekan. Sejumlah barang pribadi milik terdakwa juga dilaporkan disita tanpa kejelasan dan tidak ditindaklanjuti oleh penyidik.

Penahanan ini tidak hanya berdampak pada para terdakwa, tetapi juga mempengaruhi kondisi ekonomi keluarga. Banyak dari mereka yang ditahan merupakan tulang punggung keluarga. Sehingga keluarga korban menilai negara yang memenjarakan mereka tanpa bukti solid secara langsung melanggar Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945, karena memutus mata pencaharian keluarga kurang mampu.

Dampak kriminalisasi tidak berhenti di ruang tahanan, melainkan menjalar ke ruang domestik dan kehidupan sehari-hari. Salah satu ibu menyampaikan bahwa anaknya ditangkap sehingga tempat yang selama ini menjadi sumber penghidupan keluarga tidak berjalan lagi.

“Anak saya ketangkep di warung, saya punya warung tapi udah ga berdagang lagi” tuturnya.

Kesaksian lain datang dari istri salah satu terdakwa yang harus mengasuh anak-anaknya seorang diri, termasuk bayi yang selalu ia bawa karena tak ada yang menjaga di rumah.

“Karena suami tulang punggung keluarga, saya bingung sehari-harinya. Kasian anak-anak juga butuh sosok seorang ayah, apalagi yang dari bayi, saya bawa kemana-mana karena gak ada siapa-siapa di rumah” ucapnya.

Kemudian aksi ditutup dengan seruan solidaritas dan komitmen untuk terus mengawal proses hukum hingga seluruh tahanan politik Jakarta Utara dibebaskan dan pelaku kekerasan diadili.




Penulis: Anisa Tri Larasety

Editor: Reysa Aura P.